Sabtu, 01 Agustus 2020

Prakata setelah sekian lama tak jua memperbaharui Rengga Kandha


Awal bulan Agustus tahun 2020 barangkali bisa jadi adalah waktu kembali untuk mencatat semua yang terlewat setelah sebelumnya menguap begitu saja. Tentang perjalanan hari dan waktu yang lumat bersama sejumlah alamat. Alamat untuk ingatan tersemat pada satu waktu kemudian hari bila terpantik ingat kita pernah melalui, kita pernah menyusun cerita, sempat merakit s
ejumlah kisah.
Tidak ada yang tidak berguna saat kita mendapati sesuatu. Selalu ada pelajaran, paling sedikit hikmah untuk kita petik. Termasuk tahun tahun sulit kali ini. Tahun 2020. Seharusnya ini menjadi tahun penuh pencapaian, tapi apa daya kita dipaksa untuk sejenak rehat barangkali diminta untuk mengoreksi kembali biar saat menyusun siasat semakin tepat.

Mungkin lho ya...

Tidak banyak yang kita harap akan laju pertumbuhan ekonomi, soal daya beli, kecuali kita sesegera mungkin berinovasi. Bagaimana caranya supaya tetap bertahan, bahkan bisa point di musim pageblug ini.
Karena longgar dan ndak begitu bisa ngejar mungkin itu juga yang bikin bisa kembali menyambangi blog yang sudah tidak diisi berpa tahun ya?

Rabu, 29 Juli 2020

Mengisi Pandemi Untuk Dokumentasi


Persis setelah wabah korona diumumkan sebagai bencana nasional, yang langsung ditangani dengan pembentukan gugus tugas oleh pemerintah, praktis banyak warga termasuk saya jadi ngelangut karena keterbatasan aktivitas yang sebelumnya itu grobas grabus terabas sana sini gak ngerti wayah jadi mlungker disuruh diam saja dirumah untuk karantina jadi blingsatan mati gaya.
Biasanya ketemu sana sini, mobat mabit kian kemari, jadi ndak bisa ngapa-ngapain jadi bikin pikiran kemana mana.
Apalagi begitu laju pertumbuhan terkonfirmasi positif meningkat, lantas angka kematian melonjak, semakin ketakutan yang terus tayang dikepala kita.
Jualan juga mandeg. Warung harus ditutup karena terjadi eksodus besar-besaran keluar dari Jogja para pelanggan yang kebanyakan adalah pelajar dan mahasiswa. Pelancong yang biasanya rutin memadati kedai Dongeng Kopi di Jumat Sabtu dan Minggu tiba tiba surut. Sebagian barista didaulat pulang ke rumah oleh orang tuanya masing-masing.
Saya berubah haluan jadi jualan gendul literan, kopi bubukan dan rajin mantengin social media buat dagang. Whatsapp pribadi dialih fungsikan jadi bisnis agar bisa masang katalog produk, orang orang yang biasanya kerja di sektor wisata bersalin rupa,

Senin, 27 Juli 2020

Baju Mirip Tentara Ilang Entah Kemana

Sebelum punya mesin cuci, langganan saya ganti baju ya di laundry. Cuman laundry ini, biar sebagus apapun punya prejengan, biar bilang terbaik servisnya kalau sekali nyuci jumlahnya banyak sekali, bukan satuan mirip di laundry premium mesti punya kesempatan bikin ilang pakaian. Saya sudah membuktikan. Selama saya kuliah selama tujuh tahun, lalu lajang dan belum omah-omah, urusan baju ilang di tempat cucian modelan kiloan itu sudah tak terhitung jari. Jadi seharusnya saran saya kalau kawan-kawan memang sayang sama pakaian lebih baik dicuci sendiri, selain ilang kemungkinan perlakuan atas pakaian yang sak sake akan tereliminir.

Saya punya baju mirip tentara itu banyak. Ada beberapa. Saya dapat dari ngawul, dari warisan bapaknya kawan yang kebetulan veteran, dari oleh oleh kawan yang tahu saya suka pakai baju ijo tentara, sampai saya beli sendiri manakala ada rabat besar di satu produsen jenama tertentu.

Seperti baju yang saya pakai ketemu sama Bang Andy ini, saya seneng banget pakainya. Itu niatnya waktu acara juga ga dipakai, wong saya cuman kaosan pakai kaos sablonan Jack Sinaga yang merupakan buah tangan dari Dongeng Kopi berupa jargon; berbiji baik, tumbuh baik.

Jumat, 24 Juli 2020

Saya Bicara Karena Ada Tokoh-Tokoh di Belakang Saya

Saya bicara lancar sekali saat itu. Sebab dibelakang saya ada beberapa tokoh-tokoh yang cukup terkenal. Ada Paulo Coelho, Bethoven, Pramoedya Ananta Toer, Abraham Lincoln, Ernesto Guevara, Juga Gus Dur yang semuanya doyan ngopi. Meski saya tidak mewakili suara mereka, tetapi saya menyuarakan soal kecintaan yang sama pada si hitam dari benua hitam anggur arab, kahwa yang mendorong produktivitas dunia.

Bagi saya, sulit sekali membayangkan revolusi terjadi tanpa secangkir kopi. Sebab Secangkir kopi adalah ledakan ide, dorongan kekuatan, gentusan semangat yang tak tergantikan saat suntuk, kantuk, lelah meruah dan semangat pudar.

Secangkir kopi adalah jalan keluar dari kebuntuan. Itulah sebabnya Dongeng Kopi saya rawat dengan penuh cinta karena ya memang suka. Memang gairah, memang bagian dari hidup saya.

Rabu, 22 Juli 2020

Kepler, Alumnus Kelas Seduh yang malah Bikin Jogja Rental

Kelas Seduh Manual Dongeng Kopi sudah kami gelar semenjak kami pertama kali pindah di Gorongan. Saat itu berangkat dari permintaan para pelanggan yang ingin mendalami bagaimana membikin kopi yang enak dan layak saji pasca program #MakeYourOwnCoffee. Satu program yang kami buat sebagai bagian dari realisasi kami atas kampanye stop kopi sobek.

Make Your Own Coffee kami langsungkan saban pagi sampai matari menggelincir tepat di ubun-ubun kepala. Dari pagi pukul delapan sampai pukul 12 siang. Kawan-kawan bisa bikin kopi sendiri didampingi oleh barista kami untuk cara menyeduh kopi yang layak. Lalu saat membayar bisa bayar suka-suka. Sebuah aksi nyata bahwa semua orang bisa menikmati kopi terbaik tanpa kahawatir punya uang atau tidak.

Nah, tidak sedikit dari pelanggan yang tidak puas di sesi ini.

Selasa, 21 Juli 2020

Merangkai Kembang Bersama Mone, Merangkai Kisah Ngopi sedari SMP

Bahwa regenerasi pelanggan itu benar adanya saya amini lewat Mone, Adik kandung karib saya Rere yang saya saksikan tumbuh menjadi penggemar kopi semenjak dari SMP. Sejak kami masih nongkrong di Mato, kedai kopi pinggir selokan mataram yang legendaris, yang dulunya masih selebar petak kos-kosan samping garasi bis, dekat RRI deretan para penjual jersey, hingga mato buka cabang, sampai saya bikin warung kopi di Bardiman, saya bikin Dongeng Kopi, sampai kami pindah empat kali, Mone adalah satu pelanggan laten untuk urusan nongkrong di kedai kopi.

Meski hanya pelanggan, mone punya pergaulan yang luas antar kedai dan sangat aktual untuk perkembangan informasi kedai kopi di Jogja. Ia bahkan hafal aneka menu unggulan di berbagai kedai yang membentang dari utara sampai selatan. Berikut kapan promonya digelar ia tak pernah ketinggalan untuk memanfaatkannya. Tetapi soal loyalitas ngopi, jangan tanya, ia hanya setia di Dongeng Kopi.

Senin, 26 Oktober 2015

Baba Budan, Multatuli dan Secangkir Dongeng Kopi[1]


“Omne tulit punctum qui miacuit (Orang yang mencampur sesuatu yang berguna dengan sesuatu yang menyenangkan akan mendapatkan segalanya).”
Multatuli, Max Havelaar: Or the Coffee Auctions of the Dutch Trading Company

Bila kita menyesap secangkir kopi, setidaknya kita harus berterimakasih kepada dua orang. Pertama kepada Baba Budan[3]. Selanjutnya kepada Multatuli. Mereka adalah orang paling berjasa hingga kita bisa menikmati ragam kopi yang luar biasa. Tanpa Baba Budan, barangkali kita tidak akan mengenal langgam single origin[4]. Tanpa Multatuli[5], barangkali politik etis tak pernah terjadi sehingga kita belum tentu bisa merdeka menikmati kopi sambil ngrasanin pemerintahan.
Baba Budan memotong ketergantungan kopi selama 500 tahun terhadap timur tengah, Multatuli memotong belenggu penindasan yang begitu mengakar di Hindia Belanda. Keduanya melakukan dengan hasrat sungguh-sungguh dan jauh dari pada mengejar keuntungan pribadi. Ada nurani yang menjadi landasan mereka bertindak.
Menjalani dengan Passion
Dongeng Kopi awalnya adalah akun social media yang berbagi soal cerita kopi. semula hanyalah akun twitter bernama @dongengkopi. Sejak Oktober 2012 @dongengkopi menyajikan cerita tentang kopi dan kejadian yang menyertainya. Setiap cerita yang menguap bersama secangkir kopi yang terhidang dikicaukan melalui akun ini. Sejak pancingan pertama, banyak orang mencuitkan kegiatan dan pengalaman ngopi mereka, termasuk puisi dan beberapa foto aktivitas ngopi. Interaksi yang mendalam muncul dari banyak orang di seluruh Indonesia. Selain berbalas cuit, mereka juga membagi referensi tentang kopi, mulai dari tautan blog, tempat ngopi yang asik, foto lokasi ngopi, hingga kegitan membuat kopi itu sendiri. Interaksi ini dengan sendirinya membentuk komunitas kopi di dunia maya.
Seiring bergulirnya waktu, beberapa netizen mengusulkan untuk membuat wadah kopi darat. Sehingga perjalanan @dongengkopi menjelma dari kopi maya ke kopi darat.  Butuh waktu dua tahun untuk usulan tersebut terealisasi. Tahun 2014, pada bulan Agustus Dongeng Kopi Jogja resmi berdiri, sebuah warung kopi komunitas yang menghimpun banyak orang, bukan hanya fokus pada aktivitas kopi, tapi juga diniatkan sebagai ruang edukasi dan interaksi komunitas di Jogja dan Indonesia
Pada Desember 2014, Dongeng Kopi Jogja dan Indie Book Corner bergabung menjadi Dongengkopi & Indiebook. Menyatukan gagasan edukasi di dunia perbukuan, kopi, komunitas dan ilmu pengetahuan lainnya, dua unit komunitas dan bisnis ini diniatkan menjadi pusat konsentrasi komunitas di Jogja. Dengan menggandeng seniman-seniman street art, tembok bangunan dijadikan alat kampanye kegiatan ngopi dan baca buku.
Ada berbagai kelas yang kami susun untuk menambah soft skill maupun pengetahuan juga wacana yang terintegrasi dengan berbagai komunitas di Jogjakarta. Diantaranya Kelas Menulis Freedom Writer bersama penulis penulis Indie Book Corner, Kelas puisi bersama penyair penyair muda, Kelas Jurnalistik bersama teman-teman persma, serta kelas Ngaji Kopi, Sekolah Barista, serta Kelas Cupping Kopi.
Ruang kami terbuka untuk seluruh organisasi, institusi maupun kelompok minat bakat yang hendak menggunakan ruang kami untuk pertemuan, diskusi maupun berbagai agenda yang terkait program kerja yang telah disusun utamanya untuk reproduksi pengetahuan, peningkatan skill dan wacana bagi kemajuan pemuda Indonesia.
Dengan beberapa fasilitas seperti Wifi dengan kecepatan 10 Megabita, Aneka literatur bacaan yang cukup komprehensif, LCD Proyektor, serta sound system pendukung acara yang dapat digunakan untuk menunjang kegiatan yang dilangsungkan. Beberapa hal yang sudah kami kembangkan di Dongeng Kopi adalah:
Coffeeshop/Kedai Kopi
Homebase Dongeng Kopi ada di Jl. Wahid Hasyim no 3 Gorongan Condong Catur Depok Sleman Jogjakarta. Gerai yang pertama ini dikenal dengan nama DKJ, merupakan kependekan dari Dongeng Kopi Jogja. Mengambil konsep 3rd wave Coffeshop, DKJ menyediakan berbagai fasilitas pendukung yang bermuara pada ragam pilihan menikmati kopi dengan berbagai cara. Menggunakan Mesin Simonelli Apia, serta mesin roasting Gene Cafe, berikut dengan seluruh perangkat alat manual brewing merupakan komitmen yang besar bagi DKJ untuk melakukan edukasi terhadap pengunjung serta aktif dalam kampanye #stopkopisobek.
Merchandise Coffee
Dalam kampanye brand identity suatu perusahaan atau produk, merchandise acap kali jadi metode efektif untuk dilakukan. Merchandise, termasuk dalam tipe Below The Line (BTL) advertising, yaitu upaya periklanan tanpa menggunakan media-media iklan konvesional, seperti media massa (e.g. televisi, radio, surat kabar, majalah dsb).
Permintaan yang cukup intensif dari pelanggan yang loyal, mengenai merchandise kemudian mendorong perusahaan untuk memproduksi merchandise secara massal yang merupakan pengembangan dari lini usaha baru. Pengalaman yang lebih dari dua tahun dari Perusahaan Homeland Creative sebagai perusahaan advertising menjadi faktor penting atas produk-produk yang dihasilkan.
Equipment/tool Coffee
Kesadaran akan bagaimana menikmati kopi dewasa ini semakin berkembang pesat. Konsumen sudah mulai ‘rewel’ dan cenderung memilih hendak diapakan serta kopi seperti apa yang akan ia nikmati saat bertandang di sebuah kedai. Konsumen semakin kritis dan ini merupakan buah edukasi pasar yang sudah dibangun semenjak boom kedai kopi pada tahun 2005 di Jogja.
Perkembangan kedai yang menjamur bak cendawan di musim penghujan merupakan potensi besar selain peningkatan kesadaran konsumen kopi di Jogjakarta dalam pengembangan lini perdagangan peralatan kopi. Jaringan suplier tools coffee yang dimiliki dongeng kopi merupakan keunggulan tersendiri untuk terlibat dalam melayani kebutuhan pelanggan akan berbagai peralatan dan perlengkapan kopi.
Roast Bean/Ground Bean
Pertumbuhan tingkat konsumsi kopi di Jogjakarta sangat menggembirakan bagi pelaku usaha kedai kopi. Kebiasaan minum kopi instant, seiring waktu sudah mulai ditinggalkan. Pasar mulai tersegmentasi menjadi banyak bagian, dan perkembangan konsumen kopi freshly brewed sangat menggembirakan. Jogjakarta sebagai tujuan wisata juga menjadi faktor lain atas pertumbuhan konsumsi kopi. Tingkat okupasi hotel, dapat dilihat di akhir pekan yang selalu sesak dipenuhi wisatawan dari berbagai penjuru. Tentunya hal ini tidak bisa diabaikan, sebagai pasar yang bisa kita garap.
Mobile Cafe: Kombikongo & Kopadja
Persaingan gerai coffeeshop merupakan dinamika yang terus berkembang pada saat ini. Keunggulan produk, lokasi, atmosfir gerai, serta berbagai pilihan promo, harga harus menjadi faktor pendukung untuk coffeshop melakukan penetrasi pasar, berkembang dan melakukan ekspansi yang bermuara pada peningkatan laba perusahaan.
Belanja iklan, flyering, berkampanye melalui buzzer, mensponsori sebuah acara, membeli halaman di media cetak, maupun memasang billboard di daerah tersibuk dan terpadat masih kurang efektif dan bahkan hanya membuang anggaran sia-sia tetapi hasilnya belum tentu maksimal. Maka guna menjawab persoalan mengenai kampanye brand, edukasi pasar secara mendalam, sekaligus menyisir konsumen baru,  Dongeng Kopi melakukan pengembangan dua armada bergerak sekaligus yaitu KOMBIKONGO dan KOPADJA.
1.         KOMBIKONGO
Merupakan kependekan dari Kombi Konco Ngopi. Kombi merupakan salah satu pelopor dari kargo dan penumpang van modern di dunia. Mobil pabrikan Jerman dengan merk dagang Volkswagen ini memiliki ruang yang lapang, elegan, classic dan selalu menjadi pusat perhatian dimanapun. Berbagai kelebihan tersebut menjadikan kami memilih kombi untuk dikawinkan sebagai tempat konco ngopi yang bergerak dimanapun, di berbagai penjuru mata angin area Jogjakarta.
2.         KOPADJA
Guna mengisi ruang kosong di jeda antar coffeeshop, Dongeng Kopi meluncurkan Kopi Patjal Djaja pada pertengahan bulan Desember 2013. Sama seperti Kombikongo, Pantjal Djaja mangkal layaknya pedagang kaki lima. Memberikan edukasi mengenai kopi, serta aktif dalam kampanye #StopKopiSobek. Kopadja dapat dijumpai saban minggu di Sunday Morning Jogjakarta, dan saban hari berkeliling di area Kampus UGM, UAJY, UPN, YKPN, dan UNY serta UIN Sukijo.
Consulting Development Product
Tim yang berdedikasi serta memiliki passion yang besar terhadap pekerjaan serta expert di bidang coffeeshop serta riteling product maupun kampanye product menjadikan kami sebagai salah satu Consultant dari berbagai perseorangan maupun instansi. Pengembangan Badan Usaha Milik daerah di salah satu Kabupaten di Lampung, pendampingan terhadap berbagai kelompok tani kopi di berbagai wilayah di Indonesia adalah salah satu rekam jejak kami yang terus menerus concern terhadap peningkatan kualitas kopi, dan visi kami untuk mewujudkan kopi berkualitas, murah untuk rakyat.
Dongeng Kopi Barista School
Guna memasyarakatkan profesi barista, sekaligus memuliakan kopi Indonesia yang luar biasa, secara rutin dan tentatif kami memnggelar kelas barista. Bersama tim yang berpengalaman lebih dari 10 tahun, kami menggelar kursus singkat untuk pemahaman tingkat awal, menengah dan lanjut hingga tingkat mahir.





[1] Disampaikan dalam Talk Show “Study & Practice: How to Turn Your Knowledge & Passion into Successfull’s Life” Selasa, 29 September 2015 di Ruang Seminar FISIP UPN Veteran Yogyakarta
[2] Juru cerita di Dongeng Kopi. Kernet di kombikongo, tukang pancal di Kopaja. Suka ngopi, suka ngopini. Bisa di kontak di renggodarsono@gmail.com  
[3] Seorang Sufi dari India yang pertama kali menyelundupkan kopi keluar dari Timur Tengah. Sepulang dari menunaikan ibadah haji di Mekkah, Baba Budan singgah ke Mocca, Yaman (1670). Sebanyak tujuh bibit kopi ia selundupkan dengan cara mengikat di perutnya, baba berhasil menanamnya di kampung halamannya. Sejak itulah pohon kopi tersebar ke seluruh dunia.
[4] Kopi original yang dihasilkan dari daerah tertentu tanpa adanya campuran dari kopi daerah lain (tanpa blend). Indonesia mendapatkan julukan sebagai surga kopi dunia pada pameran Specialty Coffee Association of America (SCAA) 2015 yang berlangsung di Seattle, Amerika Serikat setelah melihat 39 single origin kopi terbaik dari berbagai daerah di Indonesia.
[5]  Penulis buku berjudul Max Havelaar (1859) merupakan nama pena dari Eduard Douwes Dekker, seorang pegawai pemerintah yang kecewa di Hindia Belanda. Buku yang ia tulis berkisah mengenai penindasan pada petani kopi. Karyanya juga mendapat sebutan sebagai“buku yang membunuh kolonialisme”.

Minggu, 18 Oktober 2015

Dua Cangkir, Tiga Buku yang Selintas Diulas

Kita dipertemukan di sebuah kedai kopi pada tepian jalan sibuk Jogja. Kamu memesan secangkir teh, yang sama denganku. Tiga buku kamu ambil dari rak panjang depan bar. Percakapan mengalir deras membahas buku, mengangkangi penat awal pekan yang menjemukan. Kurcaci, kartu remi, dan Joker menjadi tema perbincangan menggantikan tema berat soal negara. Lalu berganti sajak-sajak jenaka Joko Pinurbo tentang celana, pacar kecilku di bawah kibaran sarung. Lantas topik soal Reborn. Buku yang sedikit berat mengenai studi kasus perusahaan konstruksi.
Kita tidak membicarakan soal isi buku tersebut. Tetapi malah berbual soal reborn; lahir kembali.
Kamu bilang, bahwa setiap orang punya kesempatan untuk bisa lahir kembali. Menjadi pribadi yang baru, atas refleksi yang dilalui. Aku lupa perbincangan berikutnya. Itu sudah lama sekali. Ingatanku rapuh untuk mengingat hal-hal detail. Aku hanya ingat hari ulang tahunmu. Tanggal 19 Oktober. Hari yang aku ingat sebagai hari lepasnya Timor Timur dari pangkuan Republik. Ini kali ke dua puluh tiga tahun tanggal menjelma menjadi angka baru. Meninggalkan dua puluh dua tahun yang begitu meruah kisah. Pahit, senang, sedih, gembira yang berbaur menjadi satu narasi sejarah hidup yang tak cukup diulas dalam satu cerita sekali duduk. Layaknya menunggang sampan, teruslah mengayuh hingga ke tepian dermaga pengharapan. Semoga kamu terlahir kembali menjadi perempuan yang berbeda dan lebih baik dari tahun sebelumnya. Semoga.

Kamis, 03 September 2015

Sambangi DKJ, Cobain Kopi Kolombia Gratis


Beberapa kali Dongeng Kopi memang rutin melakukan edukasi soal kopi. Dengan tajuk 'kopikelana', kami berbagi kopi kepada setiap orang. Lembah UGM, selat sunda, Musium Beteng Vredeburg, pasar burung Ngawi, sudut seturan, pojokan prawirotaman, lapangan Pelabuhan Ketapang, di kelokan Gejayan, pada perayaan 17-an kampung, semuanya sudah pernah terealisasi. Kami mencoba konsisten dalam konteks kampanye #‎StopKopiSobek, sekaligus membangun kesadaran bahwa kopi Indonesia tidak sekadar berasa pahit.
Jika di 'luar pagar' kami menjalankan program kopi kelana, di DKJ program #‎MakeYourOwnCoffee masih terus berlangsung saban hari. Begitu buka pada pukul 08.00 WIB, kopilovers langsung tanggap bahwa pagi di DKJ adalah waktu bagi manual brewing. Seduh suka-suka bayar suka-suka. Percakapan intim berlangsung, silaturahmi menjadi erat.
Begitupun selepas pukul dua belas sampai dini pagi. Lumayan banyak dari kopilovers yang 'Nyanggongi' barista dan mengambil kursi di depan bar. Mengamati barista bekerja, dan bertanya apa saja mengenai kopi dan segala macamnya.
Kami sangat senang menjadi bagian keseharian dari kawan-kawan yang tak bisa lepas dari kafein saat beraktivitas. Kami sangat terhormat bisa berjabat erat dengan konsumen yang menjelma menjadi sahabat.

Beberapa waktu lalu, seorang kolega dari Dongengkopi & Indiebook berkesempatan singgah ke Kolombia. Sebagai ruang yang sering disinggahi selepas dari aktivitas padat, DKJ sudah dianggapnya sebagai rumah kedua. Tempat melepas lelah, tempat curhat tumpah, dan sekian rencana dicurahkan. kedekatan emosi yang sedemikian mendalam membentuk ingatan yang tak lekang tentang kami kemana saja ia bertandang. Banyak cerita yang sering dibagikan kepada kami setiap kali ia mampir. Semua tentang kopi. Tentang persinggahan di kota A yang mampir ngopi tapi kopinya kurang yahud, soal ia yang jatuh cinta dengan satu warung kopi di kota B yang tempatnya begitu mengesankan, dan seterusnya dan seterusnya. Minggu kemarin ia datang dengan wajah sumringah dengan tangan kanan menenteng green bean. Dari mulutnya berbuar cerita tentang oleh-oleh yang ia bawa. Ia ingin buah tangan yang dibawanya bisa diroasting dan dibagikan kepada segenap kopilovers. Karena jumlahnya yang tidak banyak maka kami sepakat untuk membagikan gratis kepada kopilovers yang bertandang setelah pesanan cangkir kedua single origin nusantara. Sepertinya memang semuanya serba kebetulan. Pertengahan bulan September ini adalah peringatan 3,5 dekade hubungan diplomatik antara Indonesia dan Kolombia. Mari menjajal kopi kolombia dan bandingkan rasanya dengan kopi nusantara

Senin, 16 Februari 2015

(dicari) guna mengisi barisan dkj

Dongeng Kopi sebagai salah satu kedai yang terintegrasi dengan penerbitan, ruang komunitas, dan juga edukasi kopi membutuhkan tenaga profesional, terdidik dan terlatih untuk bergabung bersama sebagai tim kerja guna mengisi posisi sebagai:
1. Barista (5)
2. Kitchen (3)
3. Server/waiters (4)
4. Office Boy (2)

Dengan syarat sebagai berikut:
1. Berpenampilan menarik (3)
2. Lulusan SMK atau sederajat/diutamakan berpengalaman di bidangnya (1,2,3) minimal SMP (4)
3. Komunikatif (1,2,3,4)
4. Berdedikasi terhadap pekerjaan, berintegritas, jujur dan disiplin

Bila anda termasuk dalam syarat tersebut diatas, silahkan untuk datang langsung guna walk interview di gerai kami Jl. Wahid Hasyim no. 3 Gorongan Condong Catur Depok Sleman (outlet biru ke utara satu kilometer) dengan membawa cv dan surat lamaran kerja. Walk interview kami nantikan hingga tanggal 23 Februari 2015.


Senin, 10 Februari 2014

Pada Secangkir Kopi Kamu Menggilirku

Aku menghabiskan kopi kesukaanmu lagi malam ini. Secangkir kopi Gayo yang sering kau pesan di kedai ini. Kedai favorit kita menghabiskan waktu di akhir pekan. Berharap bisa menghadirkan bayangmu yang kemarin, yang sekarang sudah menguap entah dimana. Pada setiap teguk, aku mereguk kenangan masa lalu. Kenangan tentang banyak hal yang sudah kita lalui bersama.
Terkadang, kita tak berpikir panjang. Dulu, saat usia kita masih jauh dari petang. Setiap lipatan waktu adalah mencipta cerita, mengubangi hal hal konyol yang membuatku menyungging senyum mengingatnya.
Saling membagi rahasia kecil, saling menyembunyikannya entah sampai kapan.
Bertukar tulisan, saling mengisi buku kecil yang berisi cerita kita, tentang apa yang kita rasakan saban hari atas sekeliling kita. Mendiskusikan buku yang selesai dikhatamkan, berdebat soal film sampai berjam-jam.

Tiap minggu selalu punya rencana baru. Menyusun agenda bareng seperti jalan-jalan, memasak dan berburu buku di loakan loakan antara Jogja-Solo, memunguti buku buku usang yang kadang lebih gampang dipahami daripada buku-buku sekarang.
Mendatangi ruang-ruang diskusi, mengunjungi tempat pameran di sudut-sudut kota, menyesap ilmu di tiap tempatnya.
Ah, kamu... Begitu manisnya cerita kita.
Begitu manisnya, hingga rasanya mengalahkan gula-gula terbaik dunia.
Cangkir kopi yang kusesap perlahan-lahan tandas bersama detik yang meranggas. Kenangan manis itu buyar tepat saat ponsel berdering minta ditempel ke dekat kuping. Sebuah telepon dari bos memaksa agar segera datang untuk tambahan pekerjaan yang menumpuk. Aku lupa mematikan ponsel. Seharusnya aku mematikannya sedari masuk kedai ini. Telepon barusan segera kuabaikan. aku tidak beranjak dari tempat semula. Memilih melanjutkan kenangan manis yang hinggap di tengah pengap lalu lalang kendaraan diluar kedai. Jalanan yang tak pernah lengang selama 24 Jam.

Dulu kita  selalu begadang hingga fajar memerah. Disini, di kedai yang selalu sesak oleh orang-orang yang membunuh waktu, menjemput pagi. Berbincang apa saja, menyala-nyala dan tak pernah tamat. Selalu bersambung di hari berikutnya. Seolah episode sinetron yang kejar setoran lantaran ratingnya terus menanjak. Selalu saja ada bahan obrolan karena sebelum masing masing kita pulang, ada gumpalan pertanyaan yang harus dicari jawabannya. Lalu begitu sampai rumah, acapkali masih juga bersahut-sahutan pesan singkat sampai salah satu dari kita tak menjawab. Terlelap.

Apa kabarmu hari ini? masihkah kau mencecap kopi yang sama?
masihkah kau melakukan hal yang sama dan tak kunjung bosan?

Aku masih sama. Melakukan hal-hal itu tanpamu. Sesekali dengan kawan kawanku, dan lebih sering sendiri. Bagiku, saat ini setiap kenangan selalu menyisa sesak diakhir lamunan. Pada setiap lamunan, selalu tersisip kamu di waktu yang kuhabiskan. Tiap akhir pekan masih saja selalu aku nantikan cerita kita di cerpen minggu, ataupun di blogmu. Tapi itu tak pernah ada. Bahkan di tiap twit dan update statusmu selalu aku nantikan berharap kamu menyeduh kenangan kita.
Tapi itu tak pernah ada. Barangkali, kamu telah menghapus ingatan tentang cerita kita yang begitu liar dan liat.
Bisa jadi, hari kemarin memang sudah tenggelam, padam bersama pilihan barumu. Bukankah kehidupan ini semua berubah? Kecuali, pilihan, prinsip yang akan selalu tetap menetap di ceruk terdalam masing-masing?
Ah sudahlah, ceracauku sampai sekian dulu. Kamu juga tak mungkin tahu bila kisah ini tentangmu.


Selasa, 31 Juli 2012

Sukarjo dan Problemnya

Debt Collector terus memburu cicilan yang tertunggak tiga bulan ini. Tidak banyak sebenarnya, hanya sekitar tujuh ratus lima puluh ribu. Tetapi cukup berat bagi Karjo yang saat ini tidak ada pendapatan sama sekali. Bisa kupastikan bahwa pikirannya saat ini sedang pening bukan main. Bahkan untuk pulang saja ia sudah tidak berani. Melangkah kaki ke depan, ke beranda rumah saja tidak ada nyali untuk ia lakukan. Lebih satu minggu ini ia hanya di jalan. Tidur dimana saja, dan makan dari teman-temannya. Entahlah, aku harus bagaimana, kepalaku sudah buntu untuk membantu keluar dari kerumitan Karjo. Kawan karibku yang kukenal semenjak aku pertama kuliah. Ia sesungguhnya orang yang sangat tulus dalam mengerjakan banyak hal. Tanpa pamrih ia kerjakan apapun yang sanggup ia kerjakan dalam membantu kawan. Aku sendiri dalam posisi masih merintis usahaku. Menjadi agen koran di pojokan kota Senja.  Mengandalkan bertambahnya pelanggan majalah atau koran di era digital dan internet yang saat ini mudah diakses dalam genggaman jari, rasanya seperti menakik karet dimusim penghujan. Sangat sulit bukan kepalang.

Sabtu, 07 Juli 2012

John Kecor, Dalang dari KOMIK



Perkenalan tersebut berujung panjang. Awalnya adalah provokasi pembangkangan untuk tidak mengikuti makrab jurusan, Sebuah acara wajib bagi mahasiswa baru sekitar delapan tahun lalu. Kalimatnya penuh hasutan berapi-api, menyerocos panjang lebar bahwa acara tersebut hanya sarat dengan perploncoan dan penuh penindasan bagi mahasiswa baru. 


"Ra penting acara ngono kuwi. isih kon mbayar wolung puluh ewu, ra sudi, larang!" 


ujarnya dengan mulut penuh asap rokok. Tangannya bergerak kesana kemari saat ia bicara, sementara di tangannya terselip rokok kretek yang terbakar separuh. Seperti aku yang juga terbakar separuh dengan kata-katanya. Aku sedikit takut saat ia mendekat kala itu. Perawakannya sangat intimidatif. jambangnya yang berantakan, rambut kriting gondrong sebahu, sementara pakaiannya sangat kumal. Kaos batik Beringharjo yang sobek di bagian ketiaknya.

Tak puas untuk terus ngompor-ngompori, ia lalu mengajakku ke burjo. Melanjutkan agitasi untuk tidak mengikuti makrab.

Minggu, 24 Juni 2012

Selepas Hari Kemarin




Hampir malam di Jogja, ketika keretaku tiba...


Kereta yang membawa badanku perlahan menghentikan laju kecepatan. Petang menjemput dengan sapaannya yang khas. Kelelawar mulai berpencar keluar dari sela-sela atap stasiun Tugu. Matahari condong lebih dari 40 derajat ke arah barat. Bayangan tubuh sudah jatuh di timur, setelah enam jam perjalanan panjang dari kotamu. Ada sejumput harap yang kau pantik dalam dadaku. Pada damba akan balasan kedatanganmu ke kotaku di kurun berikutnya. Seperti kau janjikan dalam pesanmu, bahwa kedatanganmu hanya berangsur sebentar setelah aku pulang. Aku pun menunggu  dengan kerinduan yang terus tak pernah putus. 

Selasa, 05 Juni 2012

Irwan Bajang: Buku, dan Penerbitan Indie


MUDA, enerjik, penuh idealisme. Demikian tiga kata untuk menggambarkan lelaki setengah tambun bertahi lalat di pipi kanan ini. Adalah Irwan Bajang Pemimpin Redaksi Indie Book Corner (IBC) yang juga salah satu sastrawan muda, mengawali semua berangkat dari dunia jurnalistik, pergerakan mahasiswa dan komunitas sastra. Lelaki kelahiran Lombok, 25 tahun silam,  memulai perkenalan buku melalui karya-karya Angkatan pujangga baru saat masih di bangku Sekolah Menengah Pertama. Saat kelas 3 SMA ia memilih jurusan bahasa yang membawanya berkenalan dengan Chairil Anwar, W.S Rendra, dan sastrawan lainnya. Lepas dari jurusan bahasa, ia malah melabuhkan pilihan pada jurusan Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta demi cita-citanya menjadi diplomat. 
Mengenang masa-masa kuliah, selain aktif di UKM Seni untuk mendalami teater, ia juga aktif terlibat di redaksi Ranjau News, sebuah media independen yang hidup tanpa subsidi dari kampus.

Selasa, 08 Mei 2012

Konsep Kepemimpinan Astabrata



Pikiran jungkir balik. Kebohongan jadi kebenaran. Kepalsuan jadi anutan. Petaka! Petaka! Dunia jadi neraka. Harapan punah, manusia lahir untuk menjadi pendosa; astaga—tapi aku hanya medengarkan…             Negeri  Kabut: Seno Gumira Ajidarma

          Sabda pandhita ratu tan kena wola wali adalah konsep seorang raja yang berpegang teguh pada perkataannya sebagai undang undang negara. Raja tidak boleh sembarangan bersabda dan tidak boleh berubah-ubah. Konsep kepemimpinan di masa lalu sampai sekarang yang tidak pernah boleh berubah adalah bahwa seorang pemimpin tidak boleh berubah di dalam berkomitmen. Pantang tentunya hal tersebut bila dilakukan karena akan membingungkan para pengikutnya. Seorang pemimpin harus konsekuen melaksanakan dan mewujudkan apa yang telah dikatakannya. Masyarakat jawa menyebut pemimpin sejati sebagai orang yang bersifat “berbudi bawa laksana” yaitu teguh berpegang pada janji

Rabu, 18 April 2012

Malari di Warung Kopi

Sudomo Mantan Pangkobkamtib

Mantan orang dekat Suharto,  yang juga pernah menjabat  Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Laksamana TNI (Purn) Sudomo hari Rabu 18/4 sekitar pukul 10.15 WIB meninggal dunia. Pendarahan otak yang dialami oleh orang yang melejit setelah operasi mandala ini, menjadi penyebab meregangnya ajal orang yang tidak mungkin dilupakan oleh para aktivis malari. Pensiunan Angkatan laut ini pulang ke haribaan yang maha kuasa dalam usia ke 86. Media begitu santer mengabarkan berita mengenai orang yang pernah menghabisi preman dengan operasi petrus  ini membuat saya teringat satu tulisan yang pernah saya buat untuk Media Tjorong Post sebuah zine yang pernah saya buat dan beredar di kampus tiap minggu dengan lembar potokopian. Tulisan tersebut saya sajikan di blog ini untuk bisa dibaca kembali. Memang saya tidak mengulas mengenai siap Sudomo sesungguhnya. Tetapi lebih mengulas pada peristiwa Malapetaka lima belas januari atau malari yang merubah arah generasi muda khusunya kalangan aktivis dalam tekanan akademik yang sangat amat membelenggu untuk berbicara mengenai situasi social politik di kemudian hari. Tulisan ini dibuat pada 5 Januari 2010  

Senin, 09 April 2012

Perempuan Kemarin di Sudut Lobi



“Satu kisah terpendam
Mengukir relung hati yang terdalam
Rinduku padanya
Mengendap, ikhlas, pagi, siang, malam”
          Dialog Dini Hari-Senandung Rindu-



Kami tidak sering berjumpa. Hanya selintas bincang, kemudian putus pada jadwal jam kuliah yang cepat menyudahi percakapan. Kawannya adalah salah satu perempuan yang sempat dekat denganku tatkala itu. Aku mengenalnya dari sang teman tersebut. Tidak banyak. Hanya cerita mengenai bahwa ia menggauli buku dengan sangat intim dan punya koleksi yang lumayan. Sesekali cerita yang kudapat adalah keterangan bahwa ia salah satu aktivis gerakan kiri yang direkrut dari kelompok diskusi perempuan. Dandanannya menyiratkan apa yang ia yakini.
Itulah kesimpulan pertamaku mengamati penampilannya pertama kali. Sangat casual. Kemeja flanel kotak-kotak, celana jeans belel gelap dilipat ke atas, sepatu canvas serta potongan cepak dengan poni disisir acak. Pertama kali kalimat yang terlontar saat sebentar kami melumat cakap adalah mengenai sekian aktivitas yang ia geluti. Meluncurlah banyak referensi yang sibuk dikutip dari buku buku yang ia keloni. Sesaat ia menjadi teman diskusi hangat yang kilat.

Sabtu, 18 Februari 2012

Resep Jagoan Ibuku


Beberapa tahun lalu saya pernah menulis dalam judul 6 tahun yang lalu di tiap setengah empat pagi, tentang pekerjaan ibu saya menyambangi pasar demi pasar seantero Jogja, berjualan bolu untuk menambah belanja bulanan mencari tambahan menghidupi kami berlima. Gaji bapak tidak begitu cukup atas berbagai kebutuhan kami yang semuanya musti dipenuhi. Walaupun Bapak termasuk lumayan dalam jabatan dan kepangkatan di salah satu intitusi jawatan, tetapi kehidupan kami tidak seperti orang lain yang sepantaran dengan pangkat dan golongan yang Bapak sandang. Bapak selalu mengatakan kepada kami anak-anaknya, bahwa selama mencari uang Bapak sangat berhati-hati dan jangan sampai ada uang yang tidak halal masuk mengendap di darah kami, tumbuh menjadi daging. Tidak Barokah kata beliau.

Rabu, 15 Februari 2012

Ke Barat Mencari Kembang yang Hilang


Si lelaki begitu percaya diri. Melangkah gontai di tanah basah sehabis hujan menyiram bumi. Aromanya yang khas dihirupnya dalam-dalam seakan aroma wangi yang sulit dicari. Mendongak kepalanya seperti khawatir mendung akan datang kembali menjadi payung perjalanannya yang masih separuh. Ke barat arah yang hendak dituju. Ke tempat kembang Wijayakusuma tumbuh di puncak gunung kawah menjilat jilat. Adalah Sang Ibu menitahnya untuk mencari kembang yang konon berkhasiat dahsyat melumat banyak penyakit. Selain juga untuk pegangan memancarkan wibawa, kharisma, serta beraneka rupa manfaat lainnya.
yang terakhir itu ia tak begitu percaya. hanya semata-mata kehendak berbakti pada sang ibu saja yang membuatnya bergerak. Ibunya adalah sosok yang paling ia hormati, pendidik awal sebelum guru, pengajar handal sebelum gigi susunya total tanggal.
"Nak, kau sudah cukup umur. Waktunya kau menguji ilmumu yang kau reguk selama ini. Pergilah ke barat. Petiklah kembang wijaya kusuma untuk bekal hidupmu. " begitu pesan ibunya suatu petang selepas adzan magrib berkumandang. Sebenarnya ia tidak begitu tahu apakah masih ada atau tidak kembang wijaya kusuma itu saat ini. Sebab ia hanya tahu dari kisah pewayangan yang sempat ia cerap di buku-buku perpustakaan. Tentang senjata Kresna, mengenai Dewi Pratiwi yang memasang syarat calon suaminya harus memiliki kembang sakti tersebut. Lakon tersebut merupakan kisah dari Sri Wisnu krama. Kresna yang merupakan titisan wisnu di kisah lain juga menyandang kembang tersebut untuk menghidupkan orang yang telah mati.