Tampilkan postingan dengan label Cerita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerita. Tampilkan semua postingan

Rabu, 14 Juli 2010

“Sumirah”




Lelaki itu lagi-lagi termangu,
Melongok keluar jendela kereta malam dengan tatapan menerawang
Jauh sekali melayang mengembara angan menembus awan
Pada ingatan panjang yang begitu membekas di berkas-berkas kenangan yang sulit ditanggalkan
Pada sosok Sumirah kekasihnya di masa lampau
Perempuan yang selalu membuatnya terbata-bata di setiap cerita.
Perempuan yang sekarang entah dimana, dan dalam keadaan apa
Ia selalu merindunya
Seperti ia merindukan terbitnya pagi setelah malam menyelam dalam-dalam.

Ia selalu merindunya
Hingga merangkai sekelilingnya dengan bekas-bekas miliknya.
Simbol angka, hari, tanggal kejadian yang ia lalui bersamanya selalu ia abadikan dalam cerita
dalam situs yang sering ia kunjungi serta ia tetapkan sendiri
berziarah ingatan…ucapnya lirih ketika kutanya mengapa
Bahkan nomor ponselnya. Aku yakin pasti menyiratkan sesuatu. Entah juga apakah tanggal lahir kekasihnya, presensi saat ia sekolah, entah pula suatu waktu kejadian yang ia lalui bersamanya yang begitu ia hapal.
Tiap malam ia merapal beraneka harap dengan menutup kalimat
“Semoga ia baik-baik saja”
“Semoga ia selalu bahagia”
dan sepotong namapun kemudian disebut sebelum ia memejam mata kemudian.
“Sumirah”
Lelaki itu terus memandang keluar jendela yang tembus pandang pada kereta malam yang berjalan perlahan lahan.
Bibirnya tampak bergerak
Sepertinya ia merapal kembali untuk perempuan itu.
Barangkali saja…
di atas kereta malam yang beringsut perlahan-lahan
120710 02:52

gb dicuplik di

Kamis, 24 Juni 2010

Siap-siap bertengkar




hampir pagi
siaran pertandingan bola telah berakhir.
sayup-sayup terdengar dalang bercerita perang dari stereo radio,
Ah,tak mengapa.
Setidaknya pagi ini jadi tidak terlalu sepi.
Hampir fajar.
Masih terlalu dini bila mau bertengkar
nanti saja, kita bertengkar hebat biar aku siap-siap penuh semangat.
nanti, kalau terik sudah ditakik
Pas matari tepat di ubun-ubun kepala

biar sekalian keluar semua umpatan
biar sekalian buyar itu ungkapan
Alah, palingan juga drama komedi yang bakal mampir
mencomot cerita tutur yang diplesetkan wong kenthir
setrum listrik naik, pasti harga-harga juga akan naik
pasti ujung-ujungnya minta tambahan duit bulanan…
siap-siap bertengkar besok siang dengan garang!!




Rabu, 16 Juni 2010

Tertukar Sandal di Warung Kopi




Sudah beberapa kali hal ini terjadi pada saya. Hmmm, tepatnya sudah yang ke empat kali. Apakah memang budaya colong-jupuk* begitu mendarah daging di keseharian kita, atau hanya ketidak sengajaan saja. Tetapi bila ini hal yang tidak disengaja mengapa sampai berkali-kali?
Ceritanya malam ini saya ngopi bersama kawan-kawan lama. Biasa, sehabis penat beraktivitas yang padat kami selalu meluangkan waktu untuk sejenak berbincang, bercerita panjang lebar atau hanya sekedar menikmati secangkir bubuk hitam lantas pulang begitu saja. Satu jam berlalu kenyamanan itu mulai kami dapati. Mulai dari cerita masalah pribadi hingga ngomongin para Petinggi negri yang sibuk berebut kursi. Sampai tibalah waktunya kami menyudahi perjamuan malam ini. Tetapi, kala melihat ke tempat memarkir sandal di bawah lantai, tak jua kujumpai sandal biru merk Swallow milik saya. Kuedarkan pandangan ke seluruh onggokan sandal. Satu-persatu kuamati tak jua jumpa sandal yang baru saja kubeli dari warung sebelah. Selepas dimaki emak lantaran tiga hari yang lalu telah menukarkan sandal barunya menjadi selen sesisih*. Hanya kudapati Sandal hijau ukuran mini berlobang pada bagian kirinya merk yang sama.
Ndlogok!*
makianku seketika dalam hati. Hilang lagi sandalku tertukar sandal buruk rupa.
Walau tidak terlalu mahal harga sepasang sandal japit, bagiku yang turut terkena imbas krisi global, juga profesiku yang masih kerjanya di pabrik odol aliasngodol-odol duwite wong tuwo, ini sangat signifikan saya merasakan kehilangannya. Sejenak lalu otakku berpikir apakah ini kegemaran salalh satu orang yang senang pada Tjolong Djoepoek atau memang tertukar? sesuai dengan anjuran bahwa ambilah hal yang baik dan tinggalkan yang buruk?
Sampai sekarang aku masih merutuk kepada siapa oknum yang telah menukar sandal saya berkali-kali…..

__________________________________________________________________________________________________
Colong-jupuk: Klepto alias mengambil hal yang bukan menjadi miliknya
Ndlogok: Salah satu umpatan dalam bahasa jawa.
Selen sesisih: Tidak sama dalam pasangan. Bisanya warnanya beda artau ukurannya berbeda.

16 Juni 2009 jam 3:03




Minggu, 09 Mei 2010

FAKTA: Tidur Berlebihan Menyehatkan



Masih ingat dongeng putri tidur?
hmmm, bagi sebagian dari kita yang pernah di dongengkan, atau pernah membaca serial fiksi dari barat, negri nun jauh di seberang sana tentunya tahu cerita itu. Tidurnya sang putri hanya dapat terbangun setelah dicium mesra sang pangeran.
Oke, yang pasti saya tidak akan bercerita mengenai putri tidur dan uba rampenya . Saya hanya akan bercerita mengenai susahnya bekerja dengan orang yang suka tidur. Di televisi, anggota dewan yang tidur kala rapat penting itu wajar karena barangkali mereka capek mikirin masalah rakyat yang ruwet, lalu didukung kursi yang empuk, pendingin ruangan yang sepoi-sepoi semilir, maka pas rasanya untuk memejamkan mata beristirahat sampai sidang selesai.
Teman saya aneh lagi. Ia bisa tidur di setiap tempat. Apakah tempat itu tepat untuk meregang punggung atau tidak yang pasti begitu terlentang, ia langsung melayang di besutan mimpi. Pengalaman saya, adalah sulit sekali merentang janji dengannya. Yah, karena ia kalau sudah tidur layaknya seperti orang mati. thek set, ga bisa dibangunkan lagi. Begitupun dengan waktu tidurnya yang berbeda 180% dari orang awam. kala siang ia tidur, kala malam ia bergadang sampai pukul 12 siang. hidupnya hanya dihabiskan untuk tidur, nonton televisi, bermain game, nonton bola, facebookan, internetan, warung kopi. penuh sekali dengan pola konsumtif di kesehariannya. sama sekali ga produktif kata orang-orang.

Selasa, 09 Maret 2010

Nol Kilometer


Sore hampir habis saat aku dan kamu membunuh waktu di sudut kota.
Hanya meletakkan pantat sebentar, melihat lalu lalang kendaraan berjejalan keluar dari jalan Malioboro. Tak ada lagi uang di kantong, hanya beberapa receh saja.
Sisa beli dua batang rokok di penjual asongan.
Kamu nyerocos panjang lebar. Aku cerewet menjadi-jadi. Aku berbicara, kamu menimpali. Tak jadi sebentar. Dua jam kurajam bersamamu. Bersama pengamen jalanan, penyair amatir, cerocos kiri kanan orang berbincang.
di bawah temaram lampu merkuri kota.
Dua anak kecil memungut kertas selebaran2 terabaikan di bangku panjang dan trotoar jalan yang tadi dibagi-bagi orang-orang promosi bertopeng Einstein

Minggu, 23 Agustus 2009

Dibalik Lirik



Kebiasaan bapak di sela libur lima hari kerjanya(tiap hari Sabtu bapak selalu libur) memutar sekian koleksi kaset-kaset ‘lawasnya’. Mulai dari The Mercys, Panbers, Ebiet, Bimbo sampai Koes Plus. Dari sekian koleksi jaman Bapak muda itu, sebagian besar saya hapal liriknya. Maklum, dahulu saat saya masih SD Bapak selalu membangunkan kami anak-anaknya dengan lagu-lagu kegemarannya. Sembari bersiap berangkat sekolah, telinga kami selalu disuguhi beraneka lagu kondang di eranya.
Terkadang aku menyempatkan turut mendengarkan, Kala bapak memutar kaset dari balik tape recorder tua kami. Sabtu ini bapak memutar lagu Koes Plus. kurang lebih liriknya berbunyi seperti ini:
“Piyik anak dara dipakani,
cilik diupakara-diopeni.
Ireng karo putih kosok bali,
bareng gedhe-gedhe la kok lali.*”

-Koes Plus-
Sampai menjelang tidur tadi aku masih terngiang akan lirik lagu itu. Sederhana tapi penuh makna.

Rabu, 15 Juli 2009

6 Tahun Lalu di Tiap Pukul 03:30



Emak masi mengelap dandang jam segini. Sesekali menyeka keringat yg bercucuran tiada henti. Aku menata keranjang dagangan kueh untuk diputar di semua pasar seantero Jogja. Saudara perempuanku telah terlelap. Kelelahan mengaduk adonan, menuang dalam cetakan, sekaligus mengukusnya. Jauh sebelum subuh, kakak pertama telah memanasi motor. Honda astrea star rakitan tahun 94. Bersiap mengantar ibu menembus dingin pagi yg merasuk sampai sumsum tulang.” Itu paragraf pembuka catatan harianku 6 tahun lalu.
15 Juli 2009 jam 2:56
gb di culik di

Senin, 22 Juni 2009

Kapok



Sumpah aku tak akan memilihmu.
Sedikitpun aku tak lagi tertarik padamu,
Walaupun lipstikmu menyala merah,
Biar bedakmu tebal kau sajikan
Biar rayuanmu manis,
biar janjimu selangit tinggi..
Aku tak sudi!
Tak ingatkah ketika semua kau jual, hingga tak ada sisa?
Lupakah manakala Problem-problem kerakyatan tak tertuntaskan tetapi dianggap sebagai keberhasilan pemerintahan?
Atau Kong kalikong pengusaha dengan penguasa yang berujung pada penindasan massa rakyat
Dibebani hutang besar,
dari setiap kepala manusia. semuanya tanpa terkecuali. Yang baru lahir juga sama!
Masih mau percaya sama ketiganya?
hahahahahahahahaha…amnes
ia sejarah berarti kita. Kalau saya memilih untuk tidak memilih.
22 Juni 2009 jam 15:42

Selasa, 16 Juni 2009

7 tahun Bersama Si Bilu, Si Semok Montok nan Ayu



Entah kapan tepat pastinya, tapi bila kuhitung di jangkauan ingatan, tujuh tahun sudah aku menunggangimu. Memacumu dikala gairahku menyala-nyala seolah tak bisa diredam oleh yang lain. Tak jarang hasrat itu menggebu-gebu hari ini, kala melihat yang serupa denganmu berhamburan di jalan. Mulai dari jalanan seturan, depan LPP, hingga memajang di sudut beteng van de burg depan gedung agung. Aku hanya menelan ludah. Sedih, lantas air mataku berlinang mengingatmu. Sungguh, aku benar-benar kehilanganmu bilu. Kuat cengkamanmu kala aku mendudukimu, pegas goyanganmu begitu dahsyat untuk kulupa.

Sibilu-sungguh aku merindukanmu-
Kapan lagi aku bisa menunggangimu, memacumu kala malam minggu?
Hmm, doakan saja masmu bisa menebusmu dari depan halaman kos dimas, menuntunmu ke bengkel lantas memolesmu habis-habisan.
-untuk Sibilu selamat ultah yg ke 45 y!Maaf aku mengabaikanmu setelah bensin mahal-oli samping tak terkendali harganya-
16 Juni 2009 jam 7:25 di cuplik di

Selasa, 09 Juni 2009

Kelakuanmu di Toko Buku?



Apa yang kau lakukan di toko buku? Memborong buku, sekedar melihat-lihat, mencuri baca satu judul sampai habis, mencatat dengan secarik kertas, atau dalam ponselmu barangkali?
Kawanku pernah melakukan semua hal itu. Bahkan yang terakhir rupanya menghasilkan malu yang amat sangat. Hehe, oleh sebab itu belajar dari pengalaman kawanku, aku berwasiat padamu; jangan kau lakukan hal itu!
Berikut petikan pesan singkatnya padaku (lebih mirip curhat memang, bila dibanding sms biasanya. Hmm, mungkin dia nyaman cerita panjang lebar via sms daripada bertelepon ria… ):
Aku dimaki satpam sore tadi.
Disebuah toko buku ketika aku menyitir beberapa kalimat penting pada sebuah paragraf.
Hanya lima kalimat, tak lebih dari tiga puluh huruf saja tertulis pada ponselku.
Ah, seketika hasratku membaca mati tiba-tiba. Beberapa mata memandang. Sorot menghakimi seolah aku maling ayam tertangkap tangan di tengah-tengah keramaian. Untung hanya mencuri baca. Menukil pengetahuan tanpa bayar karena memang sedang tak ada alat tukar. Aku bersicepat pergi. Tak tahan menanggap malu yang amat sangat.
Toko buku memang bukan pilihan. Karena ia menjualnya, bukan untuk dibaca cuma-cuma.
Langsung tak berapa lama kubalas sms nya:
Kowe ki sms po gawe crita pendek je?
kamu itu SMS atau bikin cerpen?
Sampai tulisan ini diturunkan, dia tidak membalas sms ku. Mungkin dia kesal, atau tak hendak membalas, tak punya pulsa, atau bisa saja ponselnya sudah tak ada. Entah hilang dicuri, atau jatuh di jalan. Aku tidak tahu.

Senin, 09 Maret 2009

Dosen bodoh Layaknya Masuk Keranjang Sampah!



argh, pepatah lama benar adanya. Semakin kita tahu, semakin pahit yang akan dirasakan….
Aku semakin percaya atas ungkapan bahwa kampus tak ubahnya hanya pabrik pencetak pengisi lini pabrik. Kurikulum hanya dibuat berdasar kebutuhan teknis semata. Tidak lebih.
Kejadian beberapa hari kemarinlah yang menyebabkan aku semakin percaya bahwa dosen di kampusku tak lebih dari barang loak yang tak layak.
Jumat, 6 Maret 2009 ruang AS II-3
Kampus-nya Yayasan Loreng
Kelas mulai ramai. Hari ini kuliah minggu ke 5 dalam jadwal akademik. Semua orang rajin masuk. Yups, pasca di tertibkannya presensi dengan mengadopsi penuh anjuran NKK/BKK presensi 75 persen mutlak berhasil memaksa manusia patuh dan taat mengikuti kuliah. Harghhhh…padahal kuliah saja isinya orang-orang pasif menjemukan.
kelompok kelima kala itu yang presentasi. Aku masih ingat betul Materi yang disampaikan adalah mengenai Organisasi Internasional yang terdiri dari lembaga-lembaga keuangan dunia hingga sekian lembaga donor. Seperti biasa yang terjadi di kampusku, presentasi apapun dari sebuah kelompok pasti diawali dengan pertunjukan membosankan dengan mendengarkan celotehan tanpa intonasi, tidak memperhatikan audiens serta membaca hasil makalah mereka mulai dari judul sampai tanda titik berakhir di paragraf terakhir.


Senin, 14 Januari 2008

Biarkan Tersiksa Dahulu


Sukreto hampir mati. Penguasa negri selama 32 tahun itu sekarat di kasur rumah sakit pertamina, tak berdaya menanti ajal tiba.
Aku termasuk orang yang membenci Sukreto hingga kini. Belum pupus bahkan seujung kukupun. Dialah jendral bintang besar pembantai salah satu keluarga besar kami. Keluarga kami yang harusnya adem ayem tentrem tanpa usikan penjahat bersenyum palsu di duit limapuluhan ribu jaman lalu harus menanggung derita sepanjang cerita.
Sepanjang umur masih memagut di tubuh sebelum kemudian diambil oleh Sang Pencipta.
dia.
Ya,
Hanya dialah yang patut disalahkan dari semua ini. Tidak ada yang lain. Kami harus merelakan kakek kami berkalang tanah di usia mudanya. Sebelum menyaksikan satupun cucunya mecungul ke dunia. Mencerai-beraikan yang ditinggalkan, menjejakkan noda hitam sepanjang 34 tahun. Sebelum akhirnya di bersihkan oleh Gusmur kala Beliau naik menjadi Presiden. Tapi, sakit itu tak pernah bisa tercerabut.
Karena terlalu pedih mungkin.

Terlalu pahit mungkin, atau bisa jadi terlalu kuat menerancap.
Aku hanyalah cucunya. Cucu yang tidak pernah melihat batang hidungnya secara langsung melainkan hanya melalui sepotong gambar buram yang diambil seminggu sebelum peristiwa itu terjadi.
1965
Keluarga besar kami bergambar.
Kakek, nenek dan enam orang anak kecil-kecil ijo royo-royo dengan cita-cita besar dan harapan setinggi gemintang.