Kamis, 10 Februari 2011

Rayuan Tasmijan di Dalam Tas Hitam


Tasmijan memperturutkan perasaannya hingga di luar kendali. Padahal istrinya tengah hamil muda; anak yang kedua di usia dirinya mendekati tiga dua. Bak peribahasa buah kelapa makin tua makin kental santannya, alias tua-tua keladi makin tua makin jadi, hasratnya tak terkuasai begitu ada wanita muda menautkan hati. Pada sebuah pertemuan antar unit usaha membahas renstra perusahaan kisah itu dimulai.
Selepas itu, mereka intim berkomunikasi mulai pesan singkat sampai berbalas telepon. Surat elektronikpun juga dirambah sebagai penyambung lidah. Inilah salah petikan surat rayuannya, yang aku temukan tercetak dalam selembar kertas pada tas hitam model wanita di sebuah kursi taman.

Bagiku tak ada yang salah ketika rasa muncul dan berubah menjadi sesuatu yang menggairahkan, penyengat untuk selalu kuat, atau seratus kegembiraan liar...kata al hallaj...adalah anugerah! karena aku yakin tak semua orang mendapatinya.
akupun demikian. Seperti yang pernah kupaksa padamu untuk mencari sebaris kata berbunyi "Opto Ergo Sum"..aku memilihmu maka aku ada...
Tetapi memang segala yang muncul itu dalam waktu yang tidak tepat. Aku sudah bersamanya, dan kaupun kudapati tidak sedang sendiri. Tetapi waktu rupanya menjelmakan cerita berbeda. Perjumpaan singkat kita tidak lantas berhenti begitu saja. Bayang-bayang yang selalu menyelimutiku di sepertiga malam, selalu membuat aku menerawang ke angan-angan...akankah ada perjumpaan lagi?
Lalu kita berjumpa. Pada sebuah perbincangan melawan mesin yang macet. Mesin besar yang harus terus menggerus kepala-kepala batu dan menghancurkan segala yang dungu. Di tempatku kau singgah sebentar. Kita memang tak sempat berbincang panjang lebar kala itu, tetapi aku tahu kamu telah memaparkan semuanya lewat matamu yang berbinar-binar.
Kita memang tak perlu banyak berkata-kata. Karena kata-kata kita telah direbut oleh mereka yang hobi berpidato hingga berbusa-busa. Kita memang tak perlu saling merayu, karena puisi-puisi kita telah dirampas oleh Utan Kayu. Bahasa tubuh kita sudah cukup menjelaskan, bahwa aku juga terpikat dirimu.
Aku Gandrung marang sliramu Nduk!,
Sesungguhnya akulah yang merasa bersalah atas keadaan ini. Aku yang masih bersamanya, dan aku yang menautkan perasaan padamu.

Aku yakin aku masih menjumpai hari esok. Karena itu aku berani membalas suratmu.
Lembar balas ini bukan untuk tandas dari cerita yang hendak kita susun..

Tabik Hangat,

0 komentar:

Posting Komentar