Senin, 14 Januari 2008

Biarkan Tersiksa Dahulu


Sukreto hampir mati. Penguasa negri selama 32 tahun itu sekarat di kasur rumah sakit pertamina, tak berdaya menanti ajal tiba.
Aku termasuk orang yang membenci Sukreto hingga kini. Belum pupus bahkan seujung kukupun. Dialah jendral bintang besar pembantai salah satu keluarga besar kami. Keluarga kami yang harusnya adem ayem tentrem tanpa usikan penjahat bersenyum palsu di duit limapuluhan ribu jaman lalu harus menanggung derita sepanjang cerita.
Sepanjang umur masih memagut di tubuh sebelum kemudian diambil oleh Sang Pencipta.
dia.
Ya,
Hanya dialah yang patut disalahkan dari semua ini. Tidak ada yang lain. Kami harus merelakan kakek kami berkalang tanah di usia mudanya. Sebelum menyaksikan satupun cucunya mecungul ke dunia. Mencerai-beraikan yang ditinggalkan, menjejakkan noda hitam sepanjang 34 tahun. Sebelum akhirnya di bersihkan oleh Gusmur kala Beliau naik menjadi Presiden. Tapi, sakit itu tak pernah bisa tercerabut.
Karena terlalu pedih mungkin.

Terlalu pahit mungkin, atau bisa jadi terlalu kuat menerancap.
Aku hanyalah cucunya. Cucu yang tidak pernah melihat batang hidungnya secara langsung melainkan hanya melalui sepotong gambar buram yang diambil seminggu sebelum peristiwa itu terjadi.
1965
Keluarga besar kami bergambar.
Kakek, nenek dan enam orang anak kecil-kecil ijo royo-royo dengan cita-cita besar dan harapan setinggi gemintang.

Pembantai terbesar peradaban manusia dunia ini aku yakin masih akan sulit untuk menghembuskan napasnya. Dia belum membuka kotak hitam sejarah yang ia belokkan. 1965 hanya momentum yang ia gunakan untuk merebut tampuk kekuasaan dari Soekerno. Orang besar kharismatik yang pernah dimiliki dunia. Sukreto melakukan kudeta merangkak untuk menghabisi orang besar ini, pengikutnya, kandidat penggantinya juga jendral-jendral lainnya agar kesempatannya terbuka lebar. Ia memakai Letkol Untung untuk mengobrak-abrik militer, dan membekali Supersemar buat melenggang kangkung membantai rakyatnya sendiri. Sungguh inilah wajah genoside terbesar sepanjang sejarah dunia. Dilakukan oleh bangsa sendiri pula.
Posisi Indonesia kala itu memang berada sebagai kunci. Kunci dari dunia bahkan. Hingga saat ini sebenarnya masih menjadi kunci. Hanya saja sayangnya kunci itu justru diserahkan kepada orang lain, bukan dimiliki oleh siempunya rumah. Alhasil yang terjadi rumahnya justru dibobol oleh orang lain terus. Sementara si pemilik rumah? Rakyat tidak pernah berteduh, menikmati isi rumah yang seharusnya. Ibarat kata.
Dunia berada di fase perang dingin. Dunia terbagi sekat dalam dua bagian. Blok barat dan timur. Blok barat dikomandoi Begawan Amerika, sedangkan timur dikapteni oleh Uni Soviet. Barat berideologi kapitalis, timur berhaluan kiri berpaham komunisme. Jika di awal era merkantilisme dunia terbagi dua bagian yakni antara daerah Portugis dan Spanyol melalui perjanjian Tordesilas, di era perang dingin, pembagian ini berdasar atas blok-blok gabungan Negara.
Mengapa sebagai kunci?
Indonesia berada di wilayah tengah. Jika Indonesia jatuh ke blok timur, maka kemungkinan besar Asia akan terkuasai blok timur komunis. Sedang dengan penduduk terbesar dunia, serta dominasi Negara yang baru merdeka adalah potensi yang luar biasa untuk pasar, serta sumber bahan mentah bagi Negara barat.
Ketika itu, China telah berada di bawah komando Ketua Mao, Vietnam Ho Chi Min, tinggal Indonesia yang belum cukup jelas. Secara keanggotaan melalui PKI, pengikut komunis di Indonesia adalah terbesar yang pernah ada di dunia berdasar keanggotaan partai yang terdaftar, serta posisi partai yang mendapat kepercayaan luar biasa saat pemilu. Artinya, jika Indonesia berhasil di ‘kiri’kan, maka harapan blok barat untuk menguasai Negara asia punah secara otomatis.
Inilah kemudian yang ditakuti oleh Amerika sebagai dedengkot blok barat. Maka kemudian melalui CIA, dinas rahasia Negara yang sampai sekarang masih terkenal sebagai pengobrak-abrik tatanan Negara manapun di dunia yang tidak sepakat pada barat, disusupkan untuk bekerja.
Soekerno sesungguhnya cukup cerdas memandang peta ini. Ia hendak keluar dari dua blok besar ini. Karena tahu bahwa Negara berkembang tidak terlalu diperhitungkan dalam permainan catur lantaran belum cukup siap berperang saling mengatur strategi. Tentunya pasti hanya dijadikan bidak pion umpan untuk memenangkan permainan. Karenanya ia kemudian membangun Gerakan Non Blok sebagai pelanjut dari Konferensi Asia Afrika 1955 guna mengkonsolidasikan Negara dunia ketiga, atau Negara sedang berkembang yang juga dikenal sebagai Negara bekas jajahan.
Kesalahan Soekerno hanyalah ia tidak cukup mampu membangun fase mode produksi dari masyarakatnya. Sehingga praktis kemudian mudah sekali saat Negara luar (baca: Amerika) menyeting kondisi dalam negri melalui sulitnya pangan.
Go to hell with your aid!
Amerika setrika, inggris kita linggis, jepang kita tendang!
Ganyang nekolim!
Semboyan ini begitu kita kenal di beberapa pidato Presiden Soekerno. Beliau memang begitu getol dan berhati-hati benar. Maklum saat itu situasi negri sedang belajar menemukan jatidiri, kemana seharusnya kebijakan yang paling pas untuk negri ini. Negri paling unik dari semua negri di dunia. Negri paling kaya, dari semua yang dipunya di semua negri. Bahkan andai di bentangkan dari semua rumus kimia mengenai logam, tambang, zat-zat alam, semua ada di negri ini. Di nusantara, di Indonesia, negri kaya tanpa cacat sedikitpun mengenai sumberdaya.
Soekarno hebat di konsep politik. Dunia semua mengakuinya. Oleh sebab itu di orde lama dikenal sebagai konsep politik sebagai panglima. Konsolidasi Negara Negara dunia ketiga inilah yang pernah pula hendak di terapkan oleh Gusmur Presiden kita yang kemudian harus mengalami nasib digulingkan atas nama konstitusi. Orang mungkin melihat Gusdur hanya pesiar jalan-jalan kemana-mana untuk menyenangkan diri. Tetapi pernahkah orang juga berpikir, mengapa yang dikunjungi Gusdur hanya Negara-negara kecil, seperti Hongaria, dan lain sebagainya, tidak seperti SBY, Megawati, atau Suharto yang hanya mau berkunjung ke Negara Ndoro Tuan Pemilik Modal. Saya bukan bagian dari Gusmurian, ataupun kelompok Pro Gusmur, Partisan ataupun masyarakat santri dari Ormasnya. Tetapi saya hanya melihat melalui kacamata saya sebagai orang biasa membaca apa yang pernah dilakukan oleh seorang Abdurrachmin Wahib.
Harus diakui Sukreto termasuk orang yang pintar dalam berpolitik. Ia termasuk orang yang belajar dari sejarah. Sejarah perebutan kekuasaan, sejarah meraih derajat lebih tinggi. Anda pernah membaca literature kuno besutan Pakubuwono VI mengenai babad joko tingkir?
Saya menduga ia begitu mengilhami cerita ini untuk menggapai tampuk kekuasaan. Dalam babad Joko Tingkir, diceritakan bahwa Joko Tingkir hanyalah orang biasa, keturunan rakyat jelata yang kemudian berhasil memimpin Mataram satu kerajaan di Jawa yang pernah ada. Berawal dari prajurit ia mampu masuk ke wilayah darah biru. Joko tingkir menggunakan kerbau sebagai cara untuk masuk ke wilayah yang sebenarnya tidak mungkin dapat ia jangkau. Akalnya yang cerdas menyumpali kerbau tersebut dengan tanah liat yang membuat kerbau itu liar tak dapat dikendalikan. Kerbau itu mengamuk kesana kemari, mengobrak-abrik pasar, kenyeruduk setiap orang hingga menimbulkan korban. Pemimpin kerajaan saat itu sampai kewalahan menghadapi kerbau yang mengamuk ini. Terang saja kerbau itu mengamuk, bagian tubuhnya ternyata yang membuat tidak nyaman tidak bisa bernapas karena tersumpal benda asing. Hanya Joko Tingkir yang tahu cara menjinakkan kerbau liar itu. Saat itulah Joko Tingkir lalu muncul sebagai pahlawan dalam menjinakkan kerbau dan iapun kemudian diangkat jadi punggawa kerajaan.
Kalau ditilik dari cerita Babad Joko Tingkir, perjalanan politik Suharto tak ubahnya seperti Karebet nama lain dari Joko Tingkir. Kalau sebelumnya melalui kerbau sebagai sarana, Suharto memakai kerbaunya adalah PKI atau Partai Kacamata Item kalau misalnya kita coba mengameliorasikan Partai Komunis Indonesia agar tidak terlalu terlihat sangar. Mengingat indoktrinasi orde baru yang belum juga lepas mengenai PKI kejam, sangar, sadis, bejat dan stereotype negative lainya.
Suharto juga menggunakan politik devide et impera yang pernah dilakukan Belanda dahulu. Pasca peristiwa G 30/S pembersihan besar-besaran dilakukan. Mulai dari mereka yang dijuluki gembong, kader, simpatisan hingga penyumbang dana di bantai. Ditangkap tanpa diadili, di massa. Tidak peduli apakah ia tahu benar, paham benar, atau hanya ikut-ikutan pokoknya babat habis. Suharto menggunakan rakyat juga untuk menghabisinya. Dari mulai GERWANI, CGMI, Pemuda Rakyat, BTI, SOBSI sampai simpatisannya Sukarno sekalipun. Semua di bersihkan agar jalannya terang, mulus tanpa hambatan.
Saat itu militer diberi wewenang penuh untuk melakukan pembersihan besar-besaran. Militer kemudian juga tak kurang akal memanfaatkan rakyat. Bayangkan saja di satu wilayah militer mengumpulkan Pemuda Anshor, dan warga NU untuk turut menangkapi aktivis, simpatisan dan semua yang berbau palu arit.
Yang terjadi kemudian secara horizontal rakyat sendiri yang menjadi hakim atas satu vonis yang belum tentu kebenarannya.
Apakah benar jika saling membunuh itu dibenarkan atas nama klaim komunis?
Kalau memang benar agama mana yang mengajarkan?
Kembali ke cerita awalku tadi. Kakekku adalah seorang Guru. Ia telah menjadi kepala sekolah waktu itu. Dan nenekku, sampai sekarang masih hidup juga seorang guru. Kakek dan nenek hidup bahagia di daerah Bojonegoro. Tempat Mas Marcokartodikromo besar, dan Tirto Adisuryo pernah tinggal. Kakek termasuk orang terpandang dengan kekayaan yang luar biasa. Rumahnya besar, tanahnyapun lumayan jembar. Bersama anak-anaknya hidup serba kecukupan termasuk ibuku tidak pernah sekalipun kekurangan. Karena memang pengagum berat Soekarno, tak heran jika beliau tertarik dengan model pergerakan Soekarno untuk membangun masyarakat lebih kritis dalam memperjuangkan hidup. Rumahnya yang besar tak jarang sering dijadikan sebagai tempat berkumpul masyarakat guna meluaskan pemahaman dari belajar baca tulis, hitung, hingga diskusi politik. Adik kakek bernama Mbah Min. Aku kurang tahu pasti nama lengkapnya. Juga demikian. Beliau juga seorang guru yang terlibat aktif di organisasi bagaimana mengajari orang baca tulis berhitung Cuma-Cuma tanpa menarik bayaran.
Entah bagaimana kronologis secara rigit, tetapi pasca Gestapu tiba-tiba kakek bersama Mbah Min dituduh sebagai salah satu pengikut kominis demikian lidah orang jawa biasa bilang karena lebih sreg mungkin melafalkannya dibanding mengucap komunis. Bu Sono yang melaporkannya kepada komandan peleton regu pembrsih dari militer. Aku sendiri samapi sekarang juga belum tahu seperti apa wajah Bu Sono. Lalu begitu saja tanpa banyak Tanya, kakek diseret paksa dan ditembak di kebon pisang tanpa diperiksa, diinterogasi apalagi diadili melalui pengadilan. Hak untuk membela diri sama sekali tidak ada. Miris bener. Mbah Min juga turut ditangkap di siksa tanpa ampun dari penjara-ke penjara hingga terakhir di buang ke pulau Buru. Bersama Pramodya Ananta Toer juga, ujar nenekku saat bercerita padaku. Praktis, nenek menjadi janda di usia muda. Dengan tanggungan enam orang anak. Nenek sangat mencintai kakek. Saking cintanya beliau sampai hanya memajang foto kakek yang super besar hingga sekarang walaupun beliau sudah bersuami lagi.
Membayangkan membesarkan enam orang anak kecil dalam status janda tanpa pensiun,
(kau pasti tahu bahwa orde baru kemudian turut serta menghukum orang-orang yang dituduh komunis dengan sangat kejam. Memberi label di ktp-nya, menutup akses untuk menjadi pegawai negri, mencap dan menstigma buruk seluruh keturunannya, menutup akses untuk berkeluarga dengan pegawai, apalagi kok sampai memberi pensiun segala)
Tidak sanggup aku bayangkan. Nenek lalu menjual semua peninggalan kakek dan memulai hidup baru di lintas kota. Di kota Jogjakarta kemudian pilihan itu dilabuhkan. Guna menyambung hidup, setelah cukup modal melalui menjual harta peninggalan kakek inilah nenek berjualan nasi. Nasi pecel, soto juga ketan di pagi hari hingga siang hari. Enam anaknyalah sebagai semangatnya untuk hidup. Traumatis mendalam masih begitu kuat di ingatan nenek dan enam anaknya. Sebab mereka semua menyaksikan langsung bagaimana suami, ayahnya dieksekusi mati tanpa basa-basi. Untuk sekolah saja akhirnya harus direlakan tidak selesai.
Suharto sesungguhnya kemudian sepenuhnya menjadi kaki tangan dari amerika. Setelah diangkat oleh MPRS pimpinan A.H.Nasution menjadi Presiden pengganti soekarno,, kebijakan yang ditempuh Suharto benar-benar jauh dari membangun mode produksi masyarakat secara alamiah. Melainkan dipaksakan via ideology pembangunanisme yang menekankan pada stabilitas. Arah haluan Indonesia serta merta berkiblat ke barat tanpa tengok tengok lagi. Investasi asing diundang ramai-ramai. Legalisasi undang-undang dibuat cepat-cepat. Pertama kali yang ia lakukan adalah membuat undang-undang berkaitan dengan penanaman modal asing. Sungguh bertolak belakang 180 derajat dengan Soekarno.
Soekarno yang selalu mendengung-dengungkan mengenai berdikari, mandiri, jangan tergantung sama orang lain, bangsa yang rela menderita demi penebusan cita-cita, berubah menjadi bangsa yang dependesia terhadap Negara lain. Suharto sangat prestisius untu membangun Indonesia. ia menganggap keberhasilan Negara barat yang saat ini maju berkembang pesat adalah melalui tiga tahap yakni apa yang dinamakan teori Rostow. Yaitu fase perkembangan masyarakat yang dipandang berkembang secara mekanik seperti punden berundak berkembang dari tingkatan dasar, maju naik, dan naik lagi. Hal ini lalu ia lakukan secara instant melalui program pembangunan seperti repelita, pjpt dan lain sebagainya. Seolah oleh masyarakat dapat di bentuk seperti plastisin.
Ia juga mengontrol ketat pergerakan masyarakat agar tidak menentang semua kebijakannya melalui politik rumah kaca lewat komando territorial yang ia buat. Pembentukan babinsa, koramil di kecamatan adalah untuk menutup ruang gerak masyarakat. Bayangkan saja hanya untuk sekedar membuat pengajian, di masa lalu harus seijin dari koramil lalu apa hubungannya orang beribadah dengan tentara?
Indoktrinasi, pembelokan sejarah banyak dilakukan di masa kepemimpinannya. Banyak tokoh-tokoh dihilangkan dari sejarah lantaran ia berpaham kiri. Siapa kenal Tan Malaka. Aku sendiri tahu serta kenal tan Malaka baru saat kuliah. Itupun setelah banyak bertemu dengan beberapa kawan yang aktif di dunia pergerakan. Kalau tidak? Bisa jadi aku tidak tahu sejarah sesungguhnya di Indonesia. Baru akhir-akhir ini saja nama tan malaka dibahas dalam sub tersendiri. Padahal jasanya begitu luar biasa untuk kemerdekaan bangsa ini namun berakhir mengenaskan juga di tangan saudara sendiri. Bangsa sendiri yang membunuhnya. Hingga sekarang mayatnya tidak pernah ditemukan.
Itu baru sekelumit cerita, masih banyak kekejaman yang lain…

0 komentar:

Posting Komentar