Minggu, 18 Oktober 2015

Dua Cangkir, Tiga Buku yang Selintas Diulas

Kita dipertemukan di sebuah kedai kopi pada tepian jalan sibuk Jogja. Kamu memesan secangkir teh, yang sama denganku. Tiga buku kamu ambil dari rak panjang depan bar. Percakapan mengalir deras membahas buku, mengangkangi penat awal pekan yang menjemukan. Kurcaci, kartu remi, dan Joker menjadi tema perbincangan menggantikan tema berat soal negara. Lalu berganti sajak-sajak jenaka Joko Pinurbo tentang celana, pacar kecilku di bawah kibaran sarung. Lantas topik soal Reborn. Buku yang sedikit berat mengenai studi kasus perusahaan konstruksi.
Kita tidak membicarakan soal isi buku tersebut. Tetapi malah berbual soal reborn; lahir kembali.
Kamu bilang, bahwa setiap orang punya kesempatan untuk bisa lahir kembali. Menjadi pribadi yang baru, atas refleksi yang dilalui. Aku lupa perbincangan berikutnya. Itu sudah lama sekali. Ingatanku rapuh untuk mengingat hal-hal detail. Aku hanya ingat hari ulang tahunmu. Tanggal 19 Oktober. Hari yang aku ingat sebagai hari lepasnya Timor Timur dari pangkuan Republik. Ini kali ke dua puluh tiga tahun tanggal menjelma menjadi angka baru. Meninggalkan dua puluh dua tahun yang begitu meruah kisah. Pahit, senang, sedih, gembira yang berbaur menjadi satu narasi sejarah hidup yang tak cukup diulas dalam satu cerita sekali duduk. Layaknya menunggang sampan, teruslah mengayuh hingga ke tepian dermaga pengharapan. Semoga kamu terlahir kembali menjadi perempuan yang berbeda dan lebih baik dari tahun sebelumnya. Semoga.

4 komentar:

  1. Soul nya nggak ngena ang.... atau saya yang mungkin menyederhana kan rasa. Aih.... harapan mu untuk ulang tahun seseorang bercampur 2 kisah sepertinya...

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. iya, sedikit memaksakan. fokus dan pendalamannya kurang dapet. mungkin perlu cari inspirasi yang tepat.

    BalasHapus
  4. oh iya, memang terlihat sekali ga ngena, biasanya tulisannya panjang-panjang. ini beda.

    BalasHapus