Senin, 28 Desember 2009

Siapa Pencuri yang Mencuri Keadilan…


Tergopoh aku datang ke kampus. Setelah pesan singkat mampir di ponselku. Sepatah kalimat mengabarkanku bahwa ada yang mencuri helm di kampus. Tertangkap, di massa serta kabarnya ia satu angkatan kuliah denganku.
Pos Satpam, 28 Desember 2009 sekitar pukul 15:39
Mukanya lebam. Membengkak di pipi kiri dan kanan. Darahnya bercucuran. Posisinya saat kujumpai ia setengah telanjang. Hanya mengenakan celana dalam.
Ia terbata bersuara menjawab pertanyaanku mengapa ia sampai seperti ini.
“Aku tak mencuri Nggo…hanya sedang tak bernasib baik. Helm ku hilang beberapa waktu lalu. Ketika aku melihat kembali helm yang serupa dengan kepunyaanku, inisiatifku segera menukarnya….”
Aku terdiam. Iba menyaksikannya meringis kesakitan. Mungkin sudah lebih dari belasan tangan dan kaki bersarang di mukanya. Aku tak bisa membantuny apa apa. Disampingnya kawannya dalam kondisi sama. Bengkak di mata kirinya, tapi masih saja banyak bicara. Tak pelak satu tendangan maut mampir di mukanya. Kaki bersepatu laras hitam mengkilat bersicepat mendarat.
Buk..Bukk… dua  kali tepat bersarang di rahang. Lirih ia mengaduh. Nyaris tak terdengar.
“Moga-moga urusan ini tak sampai Dekanat ya Nggo…aku takut kena D.O”
Aku berseru kecil menenangkannya. “Ah enggak…tenang saja”
“Ini juga paling sudah selesai” sahutku bersimpul dusta. Aku sendiri sebenarnya tak yakin apakah ia selamat dari pencabutan statusnya sebagai mahasiswa.
Di luar pos Satuan pengamanan kampus massa begitu riuh tak puas. Mereka masih ingin meluapkan marah dengan tonjokan maupun pukulan kepada pelaku. Satu polisi menghalangi di depan pintu.
Aku tak tahan lama melihatnya. Segera aku memilih pergi meninggalkannya di ruangan pos satpam. Ku pikir aku tak banyak dapat membantunya.
Beberapa kawan menyapaku. Menanyai benarkah aku mengenalinya.
Ya kujawab. Aku mengenalinya. Ia adalah teman satu angkatan kuliah di kampus yayasan loreng ini. Dahulu kami satu kelas. Kelas A angkatan 2004 jurusan ku. Jurusan paling sedikit di Fakultas kami.
Dia ku kenal tak banyak bicara. Persinggunganku dengannya tak lebih hanya membincangkan tugas, serta obrolan nakal perempuan demi perempuan yang lalu lalang di hadapan kami kala kami menunggu kelas dimulai.
Aku sedih sebenarnya melihat situasi. Situasi beringas massa yang ingin menghabisi maling kecil helm di parkiran kampus.
Barisan berjajar rapi menanti di depan pintu sebagian massa yang masih tak puas. Lalu memukul satu persatu begitu ia dan kawannya di kawal keluar dari pos satpam oleh polisi menuju mobil patroli.
Brakk…bug…Prakkk…
Helm melayang membentur kepala. Disusul tangan mengepal terarah tepat di pipi juga sikut mendarat di bahu dua tubuh lunglai itu. Polisi menenangkan massa. Tangannya menghadang laju tangan2 yang terus menerus menghujam.
Kulihat hati nurani sebagian dari kita semakin gelap akhir-akhir ini. Entah apa yang menyebabkannya. Barangkali himpitan ekonomi, muaknya atas situasi. Jenuhnya akan keadaan menjadikan orang-orang mencari pelampiasan.
Tak pelak kekerasan jadi hiburan, pengobat sekaligus pelarian dari kepenatan. Keadilan begitu mahal di negri ini.
Temanku dihajar massa hanya gara-gara mencuri barang seharga tak lebih dari dua ratus ribu saja.
Sementara orang orang yang duduk diatas yang berpakaian rapi? Sang pencuri berdasi?
“Pencuri trilyunan duit rakyat melenggang kangkung di bui sebentar tanpa lebam. Tanpa pukulan penganiayaan. Kantongnya yang tebal mampu menyewa pengacara untuk melindunginya dari segala mara bahaya. Juga dari cerca yang  memang benar adanya lontaran para pewarta berita.
Dengan kantongnya ia juga mampu melobi pengadilan untuk menjatuhkan vonis super ringan.
Hahaha….”
Cerita kawanku malah memiriskan lagi. Di boyolali, seorang bapak dipenjara gara-gara menilep ‘onde-onde’ di warung. Si empu pemilik warung mendapatinya menipu kala membayar makanan dengan mengatakan hanya makan satu buah saja. Padahal ia makan lebih dari satu biji. Orang bilangDarmaji alias dahar lima ngaku siji(makan lima ngakunya satu). Setelah dihajar orang banyak, ia dilaporkan ke kantor polisi hingga proses berlanjut ke kejaksaan. Cerita itu di dapat kawanku kala berkunjung membezuk tetangganya di rumah tahanan kejaksaan….hurgh memiriskan.
Catatan ini menambah daftar panjang pembuian kasus sepele mulai dari Mbah minah, Tukidjo, Tugiyo, yang melakukan hala-hal kriminal sepele.
Teramat kontras dengan kasus-kasus besar yang di peti es-kan dengan penerbitan surat penghentian penyidikan, penyelidikan dan lain sebagainya….seperti kasusnya SUHARTO dan beberapa kasus lainnya.[R] 291209 03.28
link gb

0 komentar:

Posting Komentar