Selasa, 11 Agustus 2009

Kita dan Cita-Cita


Kala kita bodoh, kita ingin menguasai dunia…
Kala kita pintar dan bijak kita ingin menguasai diri sendiri

-N.N-
Seringkali kita menganggap bahwa segalanya ingin kita taklukkan. Selama napas masih berpagut kuat, nyawa masih ada sekuat tenaga kita akan mencoba menguasai dunia. Ide besar kita, Gagasan besar yang hendak kita rentang sampai sampai semua maunya diterjang.
Sering kita lupa, bahwa untuk mencapai itu semua kita butuh awalan. Memulai dari hal kecil yakni menguasai diri sendiri terlebih dahulu. Berdisiplin menertibkan diri sendirilah yang terkadang sulit untuk dijalani.
Tak heran ada sebagian dari kita mencemooh orang-orang bergagasan besar, berapi-api itu sebagai orang yang banyak omong. Juga tak sedikit pula jatuh lantaran mendengar cemooh dari sekelilingnya dan tak mampu merealisasikan ide besarnya.

Punya mimpi itu boleh-boleh saja. Punya obsesi itu wajar saja sebagai manusia. Tanpa harapan, tanpa tujuan manusia tak ubahnya sebagai mayat hidup. Kosong melompong. Tak berarti hidup ini. Tetapi apakah menjadi wajar bila kita punya mimpi besar, punya cita-cita muluk sedangkan tindakan berbeda jauh?
Maka saya di awal pembuka tulisan mengatakan bahwa jika kita pintar maka kita akan belajar menguasai diri sendiri terlebih dahulu.
Yah, menguasai dari diri sendiri dahulu sebagai sumber perubahan. Baru secara setahap demi setahap menyicil impian kita agar terealisasi. Supaya terwujud sesuai keinginan. Sehingga bebasan Cebol Gayuh Lintang, Cecak nguntal empyak, Pungguk merindukan Bulan tidak dialamatkan pada kita.
Lalu apa yang dapat kita lakukan untuk menebus itu?

1. Tujuan yang jelas.
Tetapkan tujuan dirimu.Apapun itu setidaknya engkau harus menentukan tujuan sebagai pelabuhan, stasiun atau halte tujuan dari hidupmu. Bisa bermacam-macam tujuan. Misalnya bila dikategorikan jangka waktu, maka dapat dibagi menjadi tujuan jangka pendek, jangka menengah, serta jangka panjang. Melalui beberapa pemberhentian sebgai arah tujuan, supaya lelah tidak membuncah di tubuh kita. Kita ibaratkan dalam perjalanan jauh, bila kita berhasil sampai di masing masing pemberhentian untuk tujuan jangka pendek, jangka menengah itu adalah wujud kemenangan kecil kita menuju kemenangan yang sesungguhnya. Bukankah bila kita sedang dalam perjalanan akan terasa nikmat kala kita menikmati perjalanan yang telah kita tempuh?
2. Berani merubah tradisi
Merubah tradisi terkadang membuat kita dipandang sebagai orang aneh. Seorang Nuh membuat Kapal di tengah padang pasir kala itu juga di tertawakan orang-orang. Merubah tradisi bila kita kaitkan dengan diri kita, sulit memang. Kebiasaan kita bangun siang, begadang, bermain membunuh waktu terasa menyenangkan bila tiba-tiba kemudian kita merubah kebiasaan dengan bangun pagi, menahan diri untuk tidak bermain dengan menggantinya menghabiskan bacaan secara rutin….hmmm, terasa berat bukan. Tetapi kita harus berani merubah kebiasaan buruk kita bila ingin menggapai cita-cita.
3. Kesabaran tiada akhir.
Jatuh bangun, Terjerembab, terjungkal, tersungkur saat kita belajar naik sepeda saat kita kecil contohnya. Tetapi mengapa saat itu kita tidak berhenti saja dan memilih untuk diam saja? Itulah contoh kecil sebuah kesabaran. Dalam hidup pun demikian. Selalu saja ada kerikil tajam menghujam. Selalu saja ada jalan licin menyungkurkan. Serta selalu ada aral yang datang menjegal. Tetapi apakah kita akan menyerah begitu saja. Bila kita sedang dalam posisi buruk ada baiknya memang melihat anak-anak kecil yang sedang belajar naik sepeda. Agar semangat kita kembali terpompa. Selalu ingat: Apa jadinya bila si anak tadi berhenti belajar mengkayuh, menjaga keseimbangan agar dapat menaiki sepeda…
gambar cuplikan dari sini

0 komentar:

Posting Komentar