Kamis, 20 Desember 2007

Disaat Kita Dihadapkan Oleh Pilihan


Renggo Putro Widyarto*
“Quidquid agis, prudenter agas, et respice finem!”
Apapun yang kau lakukan, lakukanlah dengan bijak dan pertimbangkan hasil akhirnya.

Pilihan kadang menyulitkan kita untuk melangkah. Ibarat soal-soal cek point, seringkali membuat seoarang murid mengerutkan kening berpikir lama bahakan tak jarang berujung pening, dibanding harus mengerjakan soal-soal essay. Begitu banyak pilihan mirip, namun tak jarang menyesatkan mulai dari A, bla…bla..bla.. sampai E bla…bla…bla…. Bila dibanding kita mengerjakan soal essay begitu kita tak bisa mengerjakan, kita sudah mendapat kepastian bahwa nilai kita bakal jeblok. Menjadi sangat banyak kemungkinan-kemungkinan dalam pilihan ganda. Walaupun nantinya yang menjadi kebenaran adalah satu diantaranya.
Demikian juga kita saat mengalami dilematis dalam pilihan hidup. Namun bagi saya memilih lebih baik dari pada dihadapkan pada kondisi tidak ada pilihan. Sulit memang, tetapi disitulah kemudian kita dituntut untuk berpikir jernih, bijaksana serta tidak gegabah membaca suatu keadaan. 
Banyak dari kita menempatkan emosi sebagai jawaban di tengah kondisi sulit. Akibatnya, hanya penyesalan yang muncul karena salah mengambil sikap. Masalah itu selalu ada. Selama orang hidup, masalah akan selalu menjadi kesehariannya. sesungguhnya disitulah kita ditempa menjadi manusia seutuhnya. Apakah menjadi manusia kuat atau manusia bermental tempe yang lembek menghadapi keadaan. Tanpa masalah, orang menjadi begitu lemah tak berdaya. 
Ada satu cerita, mungkin sudah pernah anda dengar. Mengenai seekor belalang yang terbiasa hidup di sangkar indahnya. Satu ketika ia berhasil keluar dari kandangnya. Kemudian ia melihat belalang seumuran dengannya, besarnya juga sama, tetapi yang membedakan adalah lompatannya. Ternyata jauh lebih tinggi dibanding lompatan terbaik miliknya. Sang belalang kemudian bertanya kepada belalang tersebut. 
“Wahai belalang, mengapa lompatanmu begitu tinggi?” 
“Sedang aku tidak bisa setinggi kamu?
“Padahal dari segi fisik maupuin umur kita tidak berbeda?” 
Sang belalang liar tadi kemudian menjawab bahwa ia dibesarkan oleh alam yang luas, dengan tekanan bebas dan liarnya alam yang ganas. 
“Sedang kamu?”
“Kamu hanya biasa melompat dikandang sempit. 
“Itu sudah kau anggap sebagai lompatan tertinggimu.” 
“Ketahuilah Wahai Kawan, Dunia ini luas”…
Orang yang biasa hidup tertekan dapat kita ibaratkan sebagai belalang yang terkurung dalam kandang. Dia tak pernah punya pilihan untuk belajar banyak diluaran. Terbiasa makan pemberian Sang Tuan, teratur dan terjamin. Akibatnya ia tidak pernah ditempa tentang kerasnya hidup. Ia menjadi kerdil. Satu lantaran tertekan, nomor dua ia tidak punya pilihan, selain menerima lompatannya tak pernah bisa tinggi. 
Coba kita renungkan cerita belalang tadi, betapa beruntungnya kita yang mempunyai banyak pilihan?[RPW/20122007/12:59]

0 komentar:

Posting Komentar