Selasa, 24 April 2007

Melihat Pendidikan Alternatif melalui Totto-Chan


        Pendidikan selalu diidentikkan dengan sekolah formal. Dimana seragam, kurikulum, juga sekian ketentuan lain mengatur didalamnya. Pasca revolusi industri, sekolah telah banyak berubah. Hanya menjadi pabrik pencetak intelektual dan sarjana penggerak mesin semata. Visi dan misi kemanusiaan yang sebelumnya ada di dalam sekolah mulai hilang seiring dengan perkembangan industrialisasi yang pesat berkembang.
          Menguapnya pendidikan di sekolah dapat kita lihat dari aspek peserta didik yang hanya dianggap sebagai seorang yang kosong yang kemudian dicetak menjadi apa yang dikehendaki. Tentunya sesuai dengan pesanan dan kebutuhan pasar
            Membaca Totto-Chan, seakan kita kemudian ingin menyekolahkan anak kita kelak di tomoe gakuen. Sekolah gerbong yang membebaskan ank didiknya untuk berkreativitas seluas-luasnya tanpa dihalang-halangi ataupun dilarang-larang
          Adalah totto-chan yang menjadi tokoh sentral didalam buku ini. Ia adalah seorang gadis kecil dengan rasa ingin tahu yang besar pada semua hal. Tetapi sayangnya, Sekolah yang pernah ia masuki guru pengajarnya selalu kewalahan menghadapi ulahnya dan kemudian mengeluarkannya dari sekolah. Totto gemar melakukan hal-hal diluar kelaziman anak-anak seusianya. Seperti misalnya ia senang sekali berdiri di depan jendela untuk menunggu pemusik jalanan lewat dan lalu membawanya masuk ke kelas untuk memainkan beberapa lagu. Praktis, pelajaran pun menjadi terhenti akibat ulahnya. Juga rasa kagum yang ia luapkan begitu mendapati sesuatu yang unik. 
        Seperti saat pertama kali ia bersekolah. Totto melakukan hal yang membuat Ibu Guru kesal lantaran membuka tutup meja untuk mengeluarkan sesuatu, kemudian menutupnya kembali dan mengulangnya berkali-kali Itu membuat Saya pusing. Tapi Saya tak bisa memarahinya karena dia selalu membuka dan menutup mejanya dengan alasan yang benar” begitu ungkap Ibu Guru saat memanggil Mama Totto seraya mengeluarkannya dari sekolah pertamanya. Mama lalu mendaftarkan Totto-Chan ke Tomoe Gakuen. Mama tak bercerita kenapa Totto harus pindah sekolah. Ia tahu Totto-Chan takkan mengerti mengapa dia dianggap telah berbuat salah. Mama tak ingin putrinya menderita tekanan batin. 
        Di Tomoe Gakuen, sekolah tidak seperti sekolah pada umumnya. Tidak ada seragam, bangunan megah yang berderetan kelas-kelas, serta kursi yang berjejer rapi. Di Tomoe Gakuen ruang kelasnya adalah gerbong kereta bekas yang tidak lagi terpakai. Totto-Chan langsung menyukai sekolah barunya. Keramahan Kepala Sekolah, juga ‘kelas gerbong’ baginya sangat amat menarik. Saat pertama kali menemui Mr. Kobayashi , Sang Kepala Sekolah menyuruhnya untuk terus bercerita tentang apa saja yang ia suka. Totto yang gemar bercerita tentang apa saja terus bicara tanpa henti. Sementara Kepala Sekolah dengan penuh perhatian mendengarkan, tertawa, mengangguk, dan berkata ‘Lalu’. Hingga 4 jam lamanya totto bercerita sampai ia betul-betul kehabisan cerita. Totto Chan merasa senang sekali Tomoe Gakuen , anak-anak tidak dibatasi untuk melakukan hal-hal yang mereka sukai. Model pendidikan yang diterapkan adalah partisipatif, dimana peserta didik terlibat penuh di setiap pelajarannya. 
       Saat kelas dimulai, masing-masing anak berhak menentukan pelajaran apa yang hendak ia pelajari. Jika menemui kesulitan, mereka kemudian langsung menanyakannya pada guru dikelasnya. Sekolah ini juga memiliki rutinitas yang membuat peserta didik belajar sambil bermain dengan riang gembira. Makan siang selalu diwarnai dengan bekal bawaan dari rumah yang terdiri dari menu berisi “sesuatu dari laut dan sesuatu dari pegunungan”. Dari sanalah siswa belajar banyak mengenai masakan, dari mana berasal dan bagaimana mengolahnya Kobayashi juga membuat model olahraga yang dapat dilakukan oleh semua muridnya. Baik yang memiliki tubuh sempurna, maupun yang fisiknya tidak lengkap. Ia memperkenalkan euritmik sebuah olahraga berupa hentakan tubuh yang diiringi dengan musik gembira. 
       Di setiap tanggal 2 november, ia memperlombakannya dengan memberikannya hadiah berupa sayur-sayuran. Sebelumnya para siswa menggerutu saat mendapat hadiah berupa sayuran. Mereka malu untuk membawanya pulang. Tetapi Kobayashi menjelaskan bahwa hasil jerih payah ini bisa diberikan kepada orang tua untuk dimasak di rumah. Betapa hebatnya bisa memberi makan satu keluarga begitu penjelasannya. Anak-anak pun gembira dan bangga dengan hadiahnya masing-masing. Sekolah Tomoe memang tidak seperti sekolah-sekolah kebanyakan lainnya. Siswanya diperintah untuk mengenakan pakain usang saat sekolah. Hal ini supaya saat siswa beraktivitas mengenai segala yang ia sukai baik itu bermain pelosotan, berguling-guling di bawah pagar orang (seperti Totto-Chan) bila bajunya kotor ataupun sobek mereka tidak mendapat marah dari orang tua. Setiap minggu sekali, Tomoe melakukan jalan-jalan sambil belajar. 

       Dimana siswa kemudian berjalan beriringan untuk menuju ke kuil. Secara tidak langsung mereka telah belajar penyerbukan, pertumbuhan tanaman, hingga sejarah. Anak-anak selalu mengobrol tentang apa saja yang mereka suka sambil berjalan dan melihat sekelilingnya sambil bertanya kepada Guru ketika ada sesuatu yang tidak ia mengerti. 

       Metode pendidikan Mr. Kobayashi bagi saya cukup unik dimana ia yakin bahwa setiap anak dilahirkan dengan watak baik yang dengan mudah bisa rusak karena lingkungan mereka atau karena pengaruh buruk orang dewasa. Mr. kobayashi berusaha menemukan watak baik disetiap anak dan mengembangkannya agar anak-anak tumbuh menjadai orang dewasa dengan kepribadian khas. Ia juga sangat menghargai segala sesuatu yang alamiah dan ingin agar karakter anak-anak berkembang sealamiah mungkin. Seorang Totto-Chan saja jika diberi pengaruh yang tepat oleh orang dewasa akan bisa menjadi pribadi yang pandai menyesuaikan diri dengan orang lain. 

        Kobayashi sadar betul bahwa anak, bila menyandang predikat nakal, ia akan tumbuh tanpa rasa percaya diri, menderita kelainan jiwa, dan bingung. Oleh sebab itu mengapa ia tak ingin hal itu terjadi sehingga membuat kurikulum yang cukup bebas untuk mengembangkan kepribadian setiap anak dan membangkitkan harag diri mereka. Ia juga tidak mencoba memaksa anak-anak tumbuh sesuai bentuk kepribadian yang sudah digambarkan, melainkan menyerahkannya kepada alam Jangan patahkan ambisi mereka. 
     Cita-cita mereka lebih tinggi dibandingkan cita-cita kalian”. Begitu setiap kali ia tekankan kepada walimurid. Sayangnya hanya sedikit sekali yang berhasil dididik oleh Kabayashi. Perang kemudian datang dan menghancur buyarkan keindahan itu. Tomoe yang didirikan di tahun 1937 terbakar habis pada tahun 1945 saat berkecamuk perang antara jepang dengan sekutu. Buku cerita ini juga mengajari kita tentang persahabatan, menghargai, sikap ksatria untuk memaafkan. Dari Totto-Chan setidaknya ada gambaran tentang pendidikan alternatif yang keluar dari belenggu kurikulum dan sistem pendidikan yang justru mengekang peserta didik untuk berkembang lebih jauh. 

         Cerita ini adalah kisah nyata yang diceritakan oleh Tetsuko Kuroyanagi. Dia adalah Totto gadis kecil nakal yang suka berdiri di depan kelas menunggu pemain musik jalanan lewat. Mr. Kobayashi adalah tokoh pendidikan yang disegani di jepang. Lantaran model pendidikannya yang lebih condong untuk membangun watak seseorang dibanding mempersiapkannya untuk kebutuhan pasar. Buku ini telah menjadi buku wajib untuk pendidikan. Buku ini juga menjadi best seller dan membuat sejarah di dunia penerbitan Jepang dimana mampu terjual sebanyak 4.500.000 buku dalam setahun. Ia juga mampu menakjubkan banyak pihak lantaran anak-anak benar-benar mau membacanya di tengah komik dan buku-buku bergambar melimpah dan anak muda tak lagi tertarik membaca kata-kata tertulis. “Manusia dilahirkan sebagai kertas putih dan kosong yang siap ditulisi dengan berbagai macam tulisan sesuai dengan yang menulisinyaartinya, pengalaman atau pendidikan adalah yang membentuk kepribadian seseorang”. Teori tabula rasa/ tabung kosong: Jhon Lock  


*Disampaikan dalam diskusi bedah buku berjudul Totto-Chan Gadis Cilik Di Jendela besutan Tetsuko Kuroyanagi Pada hari Selasa, 17 april 2007 di Padepokan KOMIK-UPN

0 komentar:

Posting Komentar