Jumat, 18 Juli 2008

MENGGEJOK LESUNG BERBARENGAN, MENGHAJAR HABIS-HABISAN SANG BUTO YANG GALAK


Buto-buto galak, Solahmu lonjak-lonjak,
Sarwi sigrak-sigrak nyandak kunco nuli tanjak,
Bali ngadek maneh rupomu ‘ting caloneh
Kuwi buron opo, tak sengguh buron kang remeh.
Lha wong kowe-we..we sing mara-marai,
Lha wong kowe-we..we sing mara-marai,
hihi aku wedi ayo konco podho bali,
Galo kae-galo kae, Mripate plerak-plerok 2x
Galo kae-galo kae, kulite ambengkerok 2x
Hii hi aku wedi ayo konco podo bali1.__(tembang/Lagu dolanan jawa, N.N)__

Renggo Darsono
Seharusnya kita menjadi takut pada buto galak, yang hari ini meringsek masuk di setiap sendi hidup kita. Seharusnya kita waspada atau setidaknya melawan melalui kekuatan yang kita siapkan. Bukan dalam artian mistisisme kita memahami buto galak. Tetapi lebih ke konotasi siapakah buto galak itu.
Orang Jawa sesungguhnya telah jauh-jauh hari mengingatkan untuk selalu pergi menjauhinya atau mengusirnya jika berani.
Buto galak dalam mite jawa selalu datang manakala bulan penuh dengan memperumpamakan Sang ‘Buto akan memakan bulan bulat penuh-penuh. Lalu kita mengusirnya dengan gejok lesung. Dengan beramai-ramai menggejok lesung supaya Sang Buto berlalu pergi. Sehingga bencana tidak terjadi di masyarakat kita.
Haruskah kita juga mengusirnya dengan demikian?
Dalam memaknai ‘literature’ kita mengenal dalam 2 cara baca. Pertama lewat secara tersirat juga dengan tersurat. Melalui mengkaji, menggali makna lebih mendalam dibalik kalimat yang tertuliskan, serta di lain sisi secara konteks kalimat apa adanya.
Saya membaca dalam tembang dolanan ini lebih secara tersirat melalui kacamata saya. Bahwa Buto Galak yang di maksudkan bukan di dalam artian denotasi mengenai rupa atau wujud buto galak yang berkulit sisik kasar muka menyeramkan serta tingkah laku sewenang-wenang.
Tetapi saya mengartikan bahwa Buto Galak sekarang lebih kepada kekuatan imperialisme asing yang mengobrak-abrik rumah kita. Sendi-sendi dari urat hidup kita. Buto galak adalah kekuatan asing yang menjajah mentah-mentah kita tanpa menyisakan barang secuilpun untuk kita selain remah-remah tak berharga yang dijadikan makanan kita.
Buto galak adalah gambaran jahat bagi orang Jawa. Dan buto galak adalah perlambang kekuatan yang tak terhingga, menindas sewenang-wenang hingga kita terinjak-injak.
Mite jawa mengajarkan kita bahwa melawan kekuatan buto galak adalah dengan bersama-sama menggejok lesung agar ‘Sang Buto’ pergi dan urung memakan bulan.
Bulan dalam artian saya adalah suatu satu kekayaan sumberdaya besar. Bulan bagi orang jawa adalah satu kenikmatan. Saat padang bulan adalah saat dinanti-nati setiap penduduk. Dimana malamlah aktivitas bisa luas dilakukan oleh tiap orang. Tidak peduli dewasa, hingga remaja serta balita. Semua merayakannya. Saat padang bulan ragam dolanan anak dimainkan. Bulan penuh adalah tempat kita merengkuh rasa yang sedang membuncah. Kita menyebutnya pula sebagai bulan purnama dimana ‘tika itu bidadari turun dari kahyangan.
Gejok lesung bersama-sama mengandung perlambang dari kekuatan perikatan. Kekuatan persatuan serta sinergi dari pribadi masing-masing yang memiliki kelebihan potensi. api Perikatan tak ubahnya seperti organisasi. Potensi dari sekian pribadi yang menggabungkan diri tidak mudah ditekuk, tetapi sebaliknya justru menghasilkan kekuatan menakutkan bagi orang lain. Terutama musuh kita. Maka tidak mustahil kita dapat membekuk musuh kita yakni ‘Sang Buto Galak’ dengan mudah melalui perserikatan kekuatan rakyat di berbagai golongan.
Adalah tugas bersama kita untuk membangun kesadaran untuk bersegera berorganisasi untuk melawan kekuatan jahat ‘Sang buto galak’ .
_________________________________
Dalam bahasa Indonesia kurang lebihnya adalah:
Buto-buto galak, Solahmu lonjak-lonjak,
Raksasa-raksasa ‘galak’ tingkah lakumu ‘ugal-ugalan’(kekuatan penjajah digambarkan lewat ‘buto galak’dimana ia semena-mena dengan tingkah laku seenaknya lantaran masuk melalui semua lini perikehidupan kita tanpa terkecuali)
Sarwi sigrak-sigrak nyandak kunco nuli tanjak,
Berteriak menggertak galak meremat setiap tempat tanpa ampun(dengan berkoar-koar melalui kekuatan segenap aspek, baik budaya,pendidikan, ekonomi, politik hingga pola pikir menguasai dari sektor legalitas perundang-undangan, produk hukum, penguasa yang ditundukkan[lewat uang dan sekian tawaran lain]memudahkannya menguasai setiap sumberdaya)
Bali ngadek maneh rupomu ‘ting caloneh
Datang-pulang-pergi kembali dengan muka celometan (rakus, tamak, sifat dasar kapitalisme berwajah jahat adalah;akumulasi, eksploitasi, ekspansi seenak saja kemanapun ia akan menancap kuku menghisap setiap tempat yang dipandang menghasilkan pundi-pundi keuntunga. Orang makan terburu-buru, ingin menyantap semua hidangan biasanya wajahnya akan berujung celometan banyak makanan. Analoginya sama seperti sang buto-imperialisme yang celometan.)
Kuwi buron opo, tak sengguh buron kang remeh
Itu tentang apa, saya pikir hanya remeh temeh semata (seharusnya menimbulkan pertanyaan, tetapi masyarakat banyak menganggapnya hanya remeh temeh. Peristiwa biasa. Bahwa ada besar-kecil, ada raksasa yang menindas ada orang untuk dimakan[dalam mitologi jawa; timun mas mite lain dari cerita jawa juga disebutkan bahwa buto ijo akan memakan timun emas yang dititipkan kepada Mbok randha]masyarakat menganggapnya sebagai hal wajar bahwa takdir yang telah digariskan oleh Tuhan tanpa bisa diubah sedikitpun. Padahal Agama menolak manusia untuk selalu pasrah, melainkan harus terus berusaha merubah nasib)
Lha wong kowe-we..we sing mara-marai 2x,
Bukannya kamu yang membuat seperti itu? ( ketidakmauan kita bangkit mengorganisirkan diri dalam organisasi perlawanan, logika pasrah pada nasib serta gampang menyerah sebenarnya sudah dituliskan sekaligus disindirkan melalui ‘ tembang’ ini bahwa semua ini salah dari manusia yang ketakutan dan membiarkan saja modus penindasan berlangsung terus-menerus)
hihi aku wedi ayo konco podho bali,
hihi aku takut ayo kawan kita semua pulang(kita takut karena kita tak mempunyai kekuatan jika vis-avis mengahdapinya sendiri. Sesungguhnya adalah ketidakmungkinan serta kemustahilan bila kita hendak melawan satu kekuatan besar sendirian. Tanpa senjata, tanpa penyatuan kekuatan. David atau daud dalam islam, saja untuk menghancurkan Goliath membutuhkan keberanian serta senjata walaupun hanya sederhana. Tetapi setidaknya akhirnya bisa merubuhkan juga kan? Keyakinanlah yang membentuk kekuatan menjadi berlipat-lipat. Keyakinan dan senjata itu akan semakin terpupuk, dan semakin hebat manakala kita tidak sendirian. Yakni melalui kekuatan organisasi.)
Galo kae-galo kae, Mripate plerak-plerok 2x
Lihat itu, matanya melotat-melotot
Galo kae-galo kae, kulite ambengkerok 2x
Lihat itu kulitnya bersisik-sisik (perumpamaan dari kekejaman selalu di personifikasikan dalam wujud menakutkan. Biasanya mereka yang merasa sakti serta memiliki kekuatan berlebih dan cenderung untuk menindas akan sombong dengan mata selalu melotot. Pamer kekuatan agar tidak ada perlawanan dari mereka yang ditindas. Jangan takut! Tapi jadikan cambuk, kuatkan hati bahwa wajah buruk serta badan besar menakutkan masih bisa digulingkan melalui kekuatan persatuan!)
hihi aku wedi ayo konco podho bali,
hihi aku takut ayo kawan kita semua pulang
___________________

0 komentar:

Posting Komentar