Rabu, 04 Juni 2008

Tamparan dari SOE HOK GIE Lagi,


Dahulu Soe Hok Gie mengorek telinga mahasiswa UI dengan tulisannya mahasiswa UI yang wajahnya bopeng sebelah. Sekarang sepertinya ia tak sekedar menampar malahan, bila sang mendiang masih hidup

Kaum terdidik adalah sejarah kayu bakar dari api unggun perubahan. Dari 1908, 1928, 1945, 1966 hingga 1998 sejarah perubahan selalu didorong dari kampus. Dimulai dari ruang-ruang diskursus yang pada akhirnya mahasiswa menempatkan diri untuk disebut sebagai agent of change. Tetapi ironi menampar wajah kita hari ini. mahasiswa kita lebih nikmat dengan sekian pragmatisme1, hedonisme2, apatisme3, apolitis4, skeptisme5 yang sesungguhnya telah digelontorkan kapitalisme global. Tidak usah jauh menengok jauh sampai mata kita melotot.
Di kampus kita yang konon menggunakan sesanti Widya Mwat Yasa6 atau jargon disiplin, kejuangan dan kreativitas. Ternyata tak ubahnya menjadi melempem bak kerupuk yang terbuka diterpa udara mahasiswanya. Untuk berserikat, membangun supaya kuat saja, orang merasa tak sudi merumat. Lebih merasa nikmat bercengkrama bersama wanitanya, bergumul kemul bersama kawan kost, menghabiskan malam di dunia gemerlap sampai gelap menguap, serta beruntai gosip di warung kopi sampai pagi. Atau membunuh waktu memanja mata via belanja di megahnya pasar modern.

Semua dilakukan kawan-kawan kita hari ini tanpa beban. Tidak seperti beban yang diberikan dosen kepada kita, atau seberat diskusi Negara kita yang carut-marut atau sekedar melebar kata berbincang kampus ke depan. Tentang situasi kampus, tekanan birokrasi, tekanan kurikulum lewat 75%nya. Pemberlakuan DO, SKS7, serta sekian kebijakan tidak bermutu yang keluar secara sepihak dari aquarium8(baca: rektorat) lewat legalisasi skep. Semua dilakukan sesungguhnya hanya satu, yaitu merumah-kacakan setiap hal yang dilakukan mahasiswa.
Represifitas kampus semakin menggejala kuat dan melipat erat sampai di tindak-tanduk mahasiswa. Ketertundukan tersebut terlihat jelas manakala kita berada di ruang-ruang kelas, pertunjukan doktriner yang kita kritik terjadi di Negara komunisme rupanya kita amini begitu saja seraya membenarkan semua perkataan sang pengajar di depan. Tidak ada dialektika, tidak ada sanggahan apalagi kritik tajam mengenai materi yang disampaikan. Semua yang disampaikan dimamah mentah-mentah tanpa lagi ada remah tercecer. Ditelan tanpa kunyahan, dilahap tanpa mencecap apakah pahit, manis, asin, gurih atau hambar, tawar tanpa rasa. Demikian sudah wajah pendidikan kita. Wajah doktrinasi, wajah malas yang meranggas di ruang kelas. Yang telah jamak dilakukan tanpa kita teriak.
Membaca begitu susah. Berdiskusi setengah mati. Tetapi untuk hal lain….serempak kompak tanpa mengelak.
Demikiankah wajah kaum terdidik kita?
Dahulu mahasiswa itu ibarat kata adalah lampor, api yang menerangi di sekitar gelap nan pekat. Tempat bertanya, tumpuan pengharapan dari setiap generasi, serta pelanjut angkatan manakala si tua telah mangkat tak berdaya.
Tapi itu dulu. Saat mahasiswa begitu gemar berorganisasi di dewan mahasiswa, senat mahasiswa, saat mahasiswa masih menjadi tempat curhat si orang melarat, saat mahasiswa ditanya saudara-saudaranya di daerah mengenai situasi Negara bisa demikian runtut menjawab sekaligus memberi pencerahan jug amenyadarkan.
Itu dahulu, saat mahasiswa tidak gemar bertukar kelakar sampai pagi di warung kopi, tak memalak emak buat foya-foya semalaman sampai malam berhenti.
Itu dahulu saat membaca menjadi label tak terlebas dari mahasiswa. Saat tahu menjadi baju yang tak diragukan dari setiap pertanyaan.
Sekarang?
Hanya terjawab pada rumput yang jarang bergoyang
1.Pemuda biasa saja. Dibesarkan oleh bapak-emaknya di jogjakarta. Aktif bergiat di sekian tempat nan lebat. Sekarang sedang menggantang harapan di tengah padang pencarian.
2.Pragmatisme:bersifat praktis
3.Hedonism: pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama dalam hidup
4.Apatisme: acuh-tak acuh; tidak peduli
5.Apolitis: tidak berminat pada politik; tidak bersifat politis
6.Skeptisme: bersifat kurang percaya, ragu-ragu
7.sesanti dari Kampus Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”. Untuk terkhusus mengenai tulisan ini adalah fokus di kampus UPNVYK
8.Adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh Negara (era suharto) melalui Normalisasi Kehidupan Kampus dan Badan Koordinasi Kampus (NKK-BKK) pada tahun 1978, pasca kejadian malari (malapetaka limabelas januari 1974) yang mana saat itu mahasiswa turun ke jalan menolak dana dari jepang serta proyek dari iu tien yakni TMII. Lewat inilah awal pembungkaman mahasiswa nyata terkjadi. Serta lebih sistematis. Kedudukan Dewan Mahasiswa (DEMA) juga dirubah yang semula setara Rektor menjadi di bawah Pembantu Rektor III
9.Aquarium: sebutan lazim bagi para kawan2 mahasiswa yang aktif di organisasi atas gedung rektorat yang megah tiada terkira dibanding ruang kelas hingga perpustakaannya. Sungguh sangat kontras…

0 komentar:

Posting Komentar