sedalam-dalamnya
sajak takkan mampu menampung air mata bangsa,
kata-kata telah lama terperangkap dalam basa-basi,
dalam teduh pakewuh,
dalam isyarat dan kilah tanpa makna,*
kata-kata telah lama terperangkap dalam basa-basi,
dalam teduh pakewuh,
dalam isyarat dan kilah tanpa makna,*
Kami
yang berada di barisan ini sudah cukup muak atas situasi. Kami Pemuda Indonesia
telah lelah pada permainan opini dan mulut manis tanpa bukti. Terlalu banyak
seteru di dada kami, menyaksikan perjalanan negri di kendalikan elit tak
bermutu.
akupun
pergi menatap wajah orang berjuta,
wajah orang tergusur,
wajah orang ditilang malang,
wajah legam para pemulung yang memungut remah-remah pembangunan,
wajah yang hanya menjadi sekedar penonton etalase indah di berbagai plaza,,,
wajah orang tergusur,
wajah orang ditilang malang,
wajah legam para pemulung yang memungut remah-remah pembangunan,
wajah yang hanya menjadi sekedar penonton etalase indah di berbagai plaza,,,
Persoalan
kerakyatan tak kunjung dibahas, melainkan didongkel permasalahan elite, berebut
kueh, saling bersikut berebut jatah kekuasaan. Penggusuran PKL, perampasan
tanah petani, pemerasan keringat buruh habis-habisan, pengabaian hak-hak rakyat
terus menerus. Tanpa malu mereka pertontonkan kepada kita semua.
wajah
yang diam-diam menjerit, melengking, melolong dan mengucap:
tanah kita satu,
bangsa kita satu,
bendera kita satu,
tapi wahai saudara satu bendera,
kenapa kini ada sesuatu yang terasa jauh beda antara kita?
tanah kita satu,
bangsa kita satu,
bendera kita satu,
tapi wahai saudara satu bendera,
kenapa kini ada sesuatu yang terasa jauh beda antara kita?
Bangkit-Bangkit
dan mari berdiri tegak!
kerja
keras kita tumbangkan yang menjadi tirani. Keadilan musti kita dapatkan.
Kesejahteraan harus kita perjuangkan. Mari bersatu kaum yang sadar! bahwa
perubahan harus kita songsong lewat jalan REVOLUSI!!!
*
Syair Jembatan Sutardji C. B